Anas
bin Malik ra berkata: “Di antara bahu dari baju Umar ra, terdapat empat
tambalan, kainnya ditambal dengan kulit. Pernah beliau khutbah di atas
mimbar mengenakan pakaian yang memiliki dua belas tambalan. Ketika
melaksanakan ibadah haji, beliau hanya menggunakan enam belas dinar,
sementara beliau berkata kepada anaknya; “Kita ini terlalu boros dan
berlebihan”.
Pada tahun paceklik dan kelaparan, beliau tidak pernah makan kecuali roti dan minyak hingga kulit beliau berubah menjadi hitam. Beliau berkata, “Akulah sejelek-jelek penguasa apabila aku bisa kenyang sementara rakyatku kelaparan. Pada wajah beliau terdapat dua garis hitam disebabkan banyak menangis. Terkadang beliau mendengar ayat Allah dan jatuh pingsan karena perasaan takut, hingga terpaksa diangkat ke rumah dalam keadaan pingsan. Kemudian kaum Muslimin pun menjenguk beliau beberapa hari, padahal beliau tidak memiliki penyakit yang membuat beliau pingsan kecuali perasaan takutnya”
Saat menjabat sebagai Khalifah,
Umar bin Khaththab berlaku sangat zuhud meski beliau sesungguhnya seorang yang sangat kaya.
Di Madinah yang tenang hari itu. Siang berlalu setengah perjalanan. Serombongan orang yang nampak asing berjalan memasuki kota suci Islam kedua itu. Ternyata ada satu rombongan Hurmuzan, panglima dan pangeran Persia yang telah ditaklukkan pasukan Muslim. Ia ingin bertemu dengan Amirul Mu’minin Umar ibn Khaththab RA.
Dengan ditemani Anas bin Malik RA, Hurmuzan datang dengan kebesaran dan kemegahannya. Dengan diikuti pemuka-pemuka terkenal dan seluruh anggota keluarganya, Hurmuzan memasuki Madinah dengan menampilkan keagungan dan kemuliaan seorang raja.
Perhiasan yang bertatah permata melekat di dahi. Sementara mantel sutra yang mewah menutupi pundaknya. Sementara itu sebilah pedang bengkok dengan hiasan batu-batu mulia menggantung pada sabuknya. Ia bertanya-tanya dimana Amirul Mu’minin bertempat tinggal.
Ia membayangkan bahwa Umar bin Khattab yang kemasyhurannya tersebar ke seluruh dunia pasti tinggal di sebuah istana yang megah.Sampai di Madinah, mereka langsung menuju ke tempat kediaman Umar. Tetapi mereka diberitahukan bahwa Umar sudah pergi ke Masjid sedang menerima delegasi dari Kufah. Mereka pun bergegas ke Masjid. Tetapi tidak juga melihat Umar disana.
Melihat rombongan itu, anak-anak Madinah mengerti maksud kedatangan mereka. Lalu diberitahukan bahwa Amirul Mu’minin sedang tidur di beranda kanan Masjid Nabawi dengan menggunakan mantelnya sebagai bantal.
Betapa terkejutnya Hurmuzan, ketika ditunjukkan kepadanya bahwa Umar adalah lelaki dengan pakaian seadanya yang sedang tidur di Masjid itu. Hurmuzan beserta rombongannya nyaris tak percaya. Tetapi, memang itulah kenyataannya. Di Masjid itu tidak ada orang lain kecuali Umar.
Dalam riwayat lainnya dikatakan, sambil berdecak heran Hurmuzan bergumam, “Engkau, wahai Umar, telah memerintah dengan sangat adil, lalu engkau aman dan engkau pun bisa tidur dengan nyaman.
”Selain itu, tentang keagungan Khalifah Umar ini terdengar pula oleh seorang raja negara tetangga. Raja tertarik dan ingin sekali bertemu dengan Umar.Maka pada suatu hari dipersiapkanlah tentara kerajaan untuk mengawalnya berkunjung ke pemerintahan Umar. Ketika raja itu sampai di gerbang kota Madinah, dilihatnya seorang lelaki sedang sibuk menggali parit dan membersihkan got di pinggir jalan.
Lalu, di panggilnya laki-laki itu.“Wahai saudaraku!” seru raja sambil duduk di atas pelana kuda kebesarannya. “Bisakah kau menunjukkan di mana letak istana dan sing-gasana Umar?” Tanyanya kemudian.
Lelaki itu pun segera menghentikan pekerjaannya. Lalu, ia memberi hormat. “Wahai Tuan, Umar manakah yang Tuan maksudkan?”
Si penggali parit balik bertanya.”Umar ibn Khaththab kepala pemerintahan kerajaan Islam yang terkenal bijaksana dan gagah berani,” Kata raja.
Lelaki penggali parit itu tersenyum. “Tuan salah terka. Umar ibn Khaththab kepala pemerintahan Islam sebenarnya tidak punya istana dan singgasana seperti yang tuan duga. Ia orang biasa seperti saya,” Terang si penggali parit”
“Ah benarkah? Mana mungkin kepala pemerintahan Islam yang ter-kenal agung seantero negeri itu tidak punya istana?” Raja itu mengerutkan dahinya.“Tuan tidak percaya? Baiklah, ikuti saya,” Sahut penggali parit itu.
Lalu diajaknya rombongan raja itu menuju “istana” Umar. Setelah berjalan menelusuri lorong-lorong kampung, pasar, dan kota, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana. Diajaknya tamu kerajaan itu masuk dan dipersilahkannya duduk. Penggali parit itu pun pergi ke belakang dan ganti pakaian.
Setelah itu ditemuinya tamu kerajaan itu. “Sekarang antarkanlah kami ke kerajaan Umar!” Kata raja itu tak sabar.Penggali parit tersenyum. “Tuan raja, tadi sudah saya katakan bahwa Umar ibn Khaththab tidak mempunyai kerajaan. Bila tuan masih juga bertanya di mana letak kerajaan Umar itu, maka saat ini juga tuan-tuan sedang berada di dalam istana Umar!
”Hah?!” Raja dan para pengawalnya terbelalak. Tentu saja mereka terkejut. Sebab, rumah yang di masukinya itu tidak menggambarkan sedikit pun sebagai pusat kerajaan. Meski rumah itu tampak bersih dan tersusun rapi, namun sangat sederhana.
Rupanya raja tak mau percaya begitu saja. Ia pun mengeluarkan pedangnya. Lalu berdiri sambil menga-cungkan pedangnya.“Jangan coba-coba menipuku! Pedang ini bisa memotong lehermu dalam sekejap!” Ancamnya melotot.
Penggali parit itu tetap tersenyum. Lalu dengan tenangnya, ia pun berdiri.” Di sini tidak ada rakyat yang berani berbohong. Bila ada, maka belum bicara pun pedang telah menebas lehernya. Letakkanlah pedang Tuan. Tak pantas kita bertengkar di istana Umar,” Kata penggali parit.
Dengan tenang ia memegang pedang raja dan memasukkannya kembali pada sarungnya.Raja terkesima melihat keberanian dan ketenangan si penggali parit. Antara percaya dan tidak, dipandanginya wajah penggali parit itu. Lantas, ia menebarkan kembali pandangannya menyaksikan “istana” Umar itu.
Lalu muncullah pelayan-pelayan dan pengawal-pengawal untuk menjamu mereka dengan upacara kebesaran. Namun, raja itu belum juga percaya.“Benarkah ini istana Umar?” Tanyanya pada pelayan-pelayan.
“Betul, tuanku, inilah istana Umar ibn Khaththab,” Jawab seorang pelayan.“Baiklah,” katanya. Raja memang harus mempercayai ucapan pelayan itu.
“Tapi, dimanakah Umar? Tunjukkan padaku, aku ingin sekali bertemu dengannya dan bersalaman dengannya!” ujar sang raja.
Dengan sopan pelayan itu pun menunjuk ke arah lelaki penggali parit yang duduk di hadapan raja. ” Yang duduk di hadapan tuan adalah Khalifah Umar bin Khaththab” Sahut pelayan itu.
“Hah!?” Raja kini benar-benar tercengang. Begitu pula pengawalnya.
“Jad… jadi, Anda Khalifah Umar itu…?” tanya raja dengan tergagap.
Si penggali parit mengangguk sambil tersenyum ramah. “Sejak kita bertemu pertama kali di pintu gerbang kota Madinah, sebenarnya tuan sudah berhadapan dengan Umar bin Khaththab!” ujarnya dengan tenang.
Kemudian raja itu pun langsung menubruk Umar dan memeluknya erat sekali. Ia sangat terharu bahkan menangis melihat kesederhanaan Umar ibn Khaththab. Ia tak menyangka, Khalifah yang namanya disegani di seluruh negeri itu, ternyata rela menggali parit seorang diri di pinggiran kotanya. Sejak itu, raja selalu mengirim rakyatnya ke kota Madinah untuk mempelajari agama Islam.
Beliau wafat dalam usia 63 tahun setelah kurang lebih 10 tahun menegang amanat sebagai KhaIifah. Umar syahid setelah ditikam oleh Abu Abu Lu’luah (Fairuz), pada suatu subuh saat beliau akan memimpin shalat berjama`ah.
Abu Lu’luah, seorang budak warga Persia miliki Al-Mughirah yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatar belakangi dendam pribadi Abu Lu’luah (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara digdaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, tanggal 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah wafatnya, maka jabatan Khalifah dipegang oleh Ustman bin Affan RA atas persetujuan kaum Muslimin.
Umar adalah profil seorang pemimpin yang sukses,Beliau pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum Muslimin. Beliau adalah salah seorang yang sangat baik dan sangat berilmu tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Sungguh akan slalu rindu mendapati sosok pribadi ( terutama pemimpin) yang demikian ini. Seperti halnya Umar ibn Khaththab RA.
Dan andai saja para pemimpin negara bisa mengikuti dan mencontoh perilaku beliau ini,... smoga saja akan menjadikan pribadi ini bertambah baik.
wallahu'alam bisshawwab.
Allaahumma shalli 'alaa habiibika sayyidinaa muhammad wa 'alaa aalhi wa shahbihi wa baarik wa sallim ajma'iin...
◊ sumber: http://madinatulilmi.com. <kisah-kisah Teladan para khalifah>
Pada tahun paceklik dan kelaparan, beliau tidak pernah makan kecuali roti dan minyak hingga kulit beliau berubah menjadi hitam. Beliau berkata, “Akulah sejelek-jelek penguasa apabila aku bisa kenyang sementara rakyatku kelaparan. Pada wajah beliau terdapat dua garis hitam disebabkan banyak menangis. Terkadang beliau mendengar ayat Allah dan jatuh pingsan karena perasaan takut, hingga terpaksa diangkat ke rumah dalam keadaan pingsan. Kemudian kaum Muslimin pun menjenguk beliau beberapa hari, padahal beliau tidak memiliki penyakit yang membuat beliau pingsan kecuali perasaan takutnya”
Saat menjabat sebagai Khalifah,
Umar bin Khaththab berlaku sangat zuhud meski beliau sesungguhnya seorang yang sangat kaya.
Di Madinah yang tenang hari itu. Siang berlalu setengah perjalanan. Serombongan orang yang nampak asing berjalan memasuki kota suci Islam kedua itu. Ternyata ada satu rombongan Hurmuzan, panglima dan pangeran Persia yang telah ditaklukkan pasukan Muslim. Ia ingin bertemu dengan Amirul Mu’minin Umar ibn Khaththab RA.
Dengan ditemani Anas bin Malik RA, Hurmuzan datang dengan kebesaran dan kemegahannya. Dengan diikuti pemuka-pemuka terkenal dan seluruh anggota keluarganya, Hurmuzan memasuki Madinah dengan menampilkan keagungan dan kemuliaan seorang raja.
Perhiasan yang bertatah permata melekat di dahi. Sementara mantel sutra yang mewah menutupi pundaknya. Sementara itu sebilah pedang bengkok dengan hiasan batu-batu mulia menggantung pada sabuknya. Ia bertanya-tanya dimana Amirul Mu’minin bertempat tinggal.
Ia membayangkan bahwa Umar bin Khattab yang kemasyhurannya tersebar ke seluruh dunia pasti tinggal di sebuah istana yang megah.Sampai di Madinah, mereka langsung menuju ke tempat kediaman Umar. Tetapi mereka diberitahukan bahwa Umar sudah pergi ke Masjid sedang menerima delegasi dari Kufah. Mereka pun bergegas ke Masjid. Tetapi tidak juga melihat Umar disana.
Melihat rombongan itu, anak-anak Madinah mengerti maksud kedatangan mereka. Lalu diberitahukan bahwa Amirul Mu’minin sedang tidur di beranda kanan Masjid Nabawi dengan menggunakan mantelnya sebagai bantal.
Betapa terkejutnya Hurmuzan, ketika ditunjukkan kepadanya bahwa Umar adalah lelaki dengan pakaian seadanya yang sedang tidur di Masjid itu. Hurmuzan beserta rombongannya nyaris tak percaya. Tetapi, memang itulah kenyataannya. Di Masjid itu tidak ada orang lain kecuali Umar.
Dalam riwayat lainnya dikatakan, sambil berdecak heran Hurmuzan bergumam, “Engkau, wahai Umar, telah memerintah dengan sangat adil, lalu engkau aman dan engkau pun bisa tidur dengan nyaman.
”Selain itu, tentang keagungan Khalifah Umar ini terdengar pula oleh seorang raja negara tetangga. Raja tertarik dan ingin sekali bertemu dengan Umar.Maka pada suatu hari dipersiapkanlah tentara kerajaan untuk mengawalnya berkunjung ke pemerintahan Umar. Ketika raja itu sampai di gerbang kota Madinah, dilihatnya seorang lelaki sedang sibuk menggali parit dan membersihkan got di pinggir jalan.
Lalu, di panggilnya laki-laki itu.“Wahai saudaraku!” seru raja sambil duduk di atas pelana kuda kebesarannya. “Bisakah kau menunjukkan di mana letak istana dan sing-gasana Umar?” Tanyanya kemudian.
Lelaki itu pun segera menghentikan pekerjaannya. Lalu, ia memberi hormat. “Wahai Tuan, Umar manakah yang Tuan maksudkan?”
Si penggali parit balik bertanya.”Umar ibn Khaththab kepala pemerintahan kerajaan Islam yang terkenal bijaksana dan gagah berani,” Kata raja.
Lelaki penggali parit itu tersenyum. “Tuan salah terka. Umar ibn Khaththab kepala pemerintahan Islam sebenarnya tidak punya istana dan singgasana seperti yang tuan duga. Ia orang biasa seperti saya,” Terang si penggali parit”
“Ah benarkah? Mana mungkin kepala pemerintahan Islam yang ter-kenal agung seantero negeri itu tidak punya istana?” Raja itu mengerutkan dahinya.“Tuan tidak percaya? Baiklah, ikuti saya,” Sahut penggali parit itu.
Lalu diajaknya rombongan raja itu menuju “istana” Umar. Setelah berjalan menelusuri lorong-lorong kampung, pasar, dan kota, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana. Diajaknya tamu kerajaan itu masuk dan dipersilahkannya duduk. Penggali parit itu pun pergi ke belakang dan ganti pakaian.
Setelah itu ditemuinya tamu kerajaan itu. “Sekarang antarkanlah kami ke kerajaan Umar!” Kata raja itu tak sabar.Penggali parit tersenyum. “Tuan raja, tadi sudah saya katakan bahwa Umar ibn Khaththab tidak mempunyai kerajaan. Bila tuan masih juga bertanya di mana letak kerajaan Umar itu, maka saat ini juga tuan-tuan sedang berada di dalam istana Umar!
”Hah?!” Raja dan para pengawalnya terbelalak. Tentu saja mereka terkejut. Sebab, rumah yang di masukinya itu tidak menggambarkan sedikit pun sebagai pusat kerajaan. Meski rumah itu tampak bersih dan tersusun rapi, namun sangat sederhana.
Rupanya raja tak mau percaya begitu saja. Ia pun mengeluarkan pedangnya. Lalu berdiri sambil menga-cungkan pedangnya.“Jangan coba-coba menipuku! Pedang ini bisa memotong lehermu dalam sekejap!” Ancamnya melotot.
Penggali parit itu tetap tersenyum. Lalu dengan tenangnya, ia pun berdiri.” Di sini tidak ada rakyat yang berani berbohong. Bila ada, maka belum bicara pun pedang telah menebas lehernya. Letakkanlah pedang Tuan. Tak pantas kita bertengkar di istana Umar,” Kata penggali parit.
Dengan tenang ia memegang pedang raja dan memasukkannya kembali pada sarungnya.Raja terkesima melihat keberanian dan ketenangan si penggali parit. Antara percaya dan tidak, dipandanginya wajah penggali parit itu. Lantas, ia menebarkan kembali pandangannya menyaksikan “istana” Umar itu.
Lalu muncullah pelayan-pelayan dan pengawal-pengawal untuk menjamu mereka dengan upacara kebesaran. Namun, raja itu belum juga percaya.“Benarkah ini istana Umar?” Tanyanya pada pelayan-pelayan.
“Betul, tuanku, inilah istana Umar ibn Khaththab,” Jawab seorang pelayan.“Baiklah,” katanya. Raja memang harus mempercayai ucapan pelayan itu.
“Tapi, dimanakah Umar? Tunjukkan padaku, aku ingin sekali bertemu dengannya dan bersalaman dengannya!” ujar sang raja.
Dengan sopan pelayan itu pun menunjuk ke arah lelaki penggali parit yang duduk di hadapan raja. ” Yang duduk di hadapan tuan adalah Khalifah Umar bin Khaththab” Sahut pelayan itu.
“Hah!?” Raja kini benar-benar tercengang. Begitu pula pengawalnya.
“Jad… jadi, Anda Khalifah Umar itu…?” tanya raja dengan tergagap.
Si penggali parit mengangguk sambil tersenyum ramah. “Sejak kita bertemu pertama kali di pintu gerbang kota Madinah, sebenarnya tuan sudah berhadapan dengan Umar bin Khaththab!” ujarnya dengan tenang.
Kemudian raja itu pun langsung menubruk Umar dan memeluknya erat sekali. Ia sangat terharu bahkan menangis melihat kesederhanaan Umar ibn Khaththab. Ia tak menyangka, Khalifah yang namanya disegani di seluruh negeri itu, ternyata rela menggali parit seorang diri di pinggiran kotanya. Sejak itu, raja selalu mengirim rakyatnya ke kota Madinah untuk mempelajari agama Islam.
Beliau wafat dalam usia 63 tahun setelah kurang lebih 10 tahun menegang amanat sebagai KhaIifah. Umar syahid setelah ditikam oleh Abu Abu Lu’luah (Fairuz), pada suatu subuh saat beliau akan memimpin shalat berjama`ah.
Abu Lu’luah, seorang budak warga Persia miliki Al-Mughirah yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatar belakangi dendam pribadi Abu Lu’luah (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara digdaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, tanggal 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah wafatnya, maka jabatan Khalifah dipegang oleh Ustman bin Affan RA atas persetujuan kaum Muslimin.
Umar adalah profil seorang pemimpin yang sukses,Beliau pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum Muslimin. Beliau adalah salah seorang yang sangat baik dan sangat berilmu tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Sungguh akan slalu rindu mendapati sosok pribadi ( terutama pemimpin) yang demikian ini. Seperti halnya Umar ibn Khaththab RA.
Dan andai saja para pemimpin negara bisa mengikuti dan mencontoh perilaku beliau ini,... smoga saja akan menjadikan pribadi ini bertambah baik.
wallahu'alam bisshawwab.
Allaahumma shalli 'alaa habiibika sayyidinaa muhammad wa 'alaa aalhi wa shahbihi wa baarik wa sallim ajma'iin...
◊ sumber: http://madinatulilmi.com. <kisah-kisah Teladan para khalifah>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar