Jumat, 08 Mei 2015

Kisah Seorang Anak dan Paku Di Tiang

Kisah Seorang Anak dan Paku Di Tiang
Di masa lalu ada seoarang anak Muslim yang memiliki seorang anak lelaki bernama Mahmud. Anak lelakinya itu tumbuh menjadi seorang yang lalai menunaikan kewajiban-kewajibannya. Meskipun telah banyak ajakan, nasihat, dan perintah bapaknya agar Mahmud mengerjakan shalat, puasa, dan amal saleh lainya, Mahmud tetap meninggalkanya. Malah, ia suka bermaksiat. Mahmud suka berjudi, mabuk dan berbagai kemaksiatan lainya.
Suatu hari, bapaknya itu memanggil Mahmud, dan berkata, "Anakku, engkau ini suka lalai beribadah dan malah suka berbuat maksiat. Mulai hari ini, aku akan menancapkan paku pada tiang di halaman rumah kita.
Setiap kali, engkau berbuat maksiat maka aku akan menancapkan satu paku ke tiang itu. Akan tetapi, setiap kali engkau berbuat satu kebajikan maka aku akan mencabut sebatang paku dari tiang ini.
Sesuai dengan janjinya, setiap hari bapaknya menancapkan beberapa batng paku pada tiang itu, saat ia mengetahui Mahmud kembali bermaksiat. Kadang-kadang, dalam satu hari, ia sampai menancapkan puluhan paku di tiang itu. Ia jarang sekali mencabut paku itu keluar dari tiang karena Mahmud nyaris tidak pernah beramal saleh.
Hari demi hari berganti, minggu demi minggu berlalu, bulan pun berganti bulan, tidak terasa tahun demi tahun pun terus beredar. Tiang yang berdiri di halaman rumah Mahmud nyaris dipenuhi paku dari bawah hingga ke atas. Hampir setiap permukaan tiang itu di penuhi paku. Ada paku-paku yang sudah berkarat karena hujan dan panas.
Setelah melihat tiang di halaman rumahnya penuh dengan paku yang membelalakan mata, timbullah rasa malu pada diri Mahmud. Ia pun berniat untuk bertobat dan memperbaiki dirinya. Mulai saat itu juga, Mahmud mulai mengerjakan shalat. Hari itu saja, lima butir paku telah di cabut bapaknya dari tiang itu. Besoknya, Mahmud shalat lagi di tambah dengan shalat sunnah sehingga paku-paku di tiang halaman rumahnya itu semakin banyak yang di cabut bapaknya.
Hari berikutnya Mahmud meninggalkan sisa-sisa maksiat yang melekat sehingga semakin banyaklah paku-paku yang di cabut bapaknya. Hari demi hari, semakin banyak kebaikan yang Mahmud lakukan, dan semakin banyak maksiat yang ditinggalkanya, hingga akhirnya hanya tinggal sebatang paku yang tinggal melekat di tiang itu.
Kemudian bapaknya memanggil Mahmud dan berkata, "Lihatlah anakku, ini paku terakhir dan akan aku cabut keluar sekarang. Tidakkah engkau gembira?"
Mahmud terdiam sambil memandang tiang itu. Ia bukanya gembira seperti dugaan bapaknya, Mahmud malah menangis terisak-isak.
"Kenapa anakku?" tanya bapaknya, "aku menyangka, engkau tentu akan gembira karena semua paku itu telah aku cabuti."
Dalam tangisnya, Mahmud berkata, "Wahai bapakku, sungguh benar kata-katamu, paku-paku itu telah tiada, tetapi aku bersedih karena parut-parut lubang dari paku itu tetap membekas di tiang, bersama dengan karatnya. Begitu dengan kemaksiatan yang telah aku lakukan. Bekas dan karatnya pun masih ada. Bantulah aku untuk menjadi lebih baik.
Bapaknya pun langsung mengiyakannya. Ia memeluk Mahmud dengan perasaan haru dan bahagia, melihat Mahmud telah sadar sepenuhnya.
HIKMAH DIBALIK KISAH
Kisah diatas merupakan sebuah pelajaran bagi kita agar senantiasa merubah diri dari perbuatan yang tadinya sangat dibenci oleh Allah SWT. menjadi seorang yang taat dan senantiasa membersihkan diri dari perbuatan dosa. Allah SWT. adalah Tuhan Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang bagi hambanya yang ingin bertobat dan memperbaiki diri agar menjadi manusia yang taat dan bermanfaat untuk diri sendiri dan bahkan untuk orang lain.
Sisa atau bekas dosa yang telah kita perbuat akan tetap ada, namun kita tentunya punya keinginan yang kuat dan sungguh-sungguh untuk bertobat, sehingga Allah SWT. akan menghapus dan membersihkan bekas dosa yang kita perbuat dan akan membaguskan diri kita dengan amaliah-amaliah yang disukai-Nya.
x

Bisnis Ala Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam


Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah. Maka beliaupun bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Dia menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian atas agar manusia dapat melihatnya?! Barangsiapa yang menipu maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim no. 102)

Dari Hakim bin Hizam radhiallahu anhu dari Nabi Shallallu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Kedua orang yang bertransaksi jual beli berhak melakukan khiyar selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli. Tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan dihapus.” (HR. Al-Bukhari no. 1937 dan Muslim no. 1532)

Khiyar adalah hak untuk membatalkan transaksi jual beli.

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ
“Sumpah itu (memang biasanya) melariskan dagangan jual beli namun bisa menghilangkan berkahnya”. (HR. Al-Bukhari no. 1945 dan Muslim no. 1606)

Dari Abu Qatadah Al-Anshari radhiallahu anhu, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِي الْبَيْعِ فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ
“Jauhilah oleh kalian banyak bersumpah dalam berdagang, karena dia (memang biasanya) dapat melariskan dagangan tapi kemudian menghapuskan (keberkahannya).” (HR. Muslim no. 1607)

Penjelasan ringkas:

Salah satu profesi yang dianjurkan dalam Islam bahkan sering tersebut dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah adalah profesi petani dan pedagang. Karenanya banyak sekali sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berprofesi menjadi petani atau pedagang. Hanya saja, di dalam Islam setiap profesi yang dibenarkan untuk ditempuh, tujuannya bukan semata-mata untuk menghasilkan uang atau meraih kekayaan. Akan tetapi yang jauh lebih penting daripada itu adalah untuk mendapatkan keberkahan dari hasil jerih payahnya. Dan keberkahan dari harta bukan dinilai dari kuantitasnya akan tetapi dinilai dari kualitas harta tersebut, darimana dia peroleh dan kemana dia belanjakan.

Karenanya, dalam perdagangan dan jual beli, Islam menuntunkan beberapa etika di antaranya:
  1. Tidak boleh curang dalam jual beli.
  2. Tidak boleh menutupi cacat barang dagangan dari para pembeli.
  3. Menjelaskan dengan sejelas-jelasnya kebaikan dan kekurangan barang yang dia jual.
  4. Tidak boleh terlalu banyak bersumpah -walaupun sumpahnya benar- dengan tujuan melariskan dagangannya. Karena terlalu sering menyebut nama Allah pada jual beli atau pada hal-hal sepele menunjukkan kurangnya pengagungan dia kepada Allah.
  5. Haramnya bersumpah dengan sumpah dusta, hanya untuk melariskan dagangannya.

___________________________________________________

Sumber : Etika Dalam Berdagang