Kamis, 11 Juni 2015

Hakikat Kebangkrutan


Dari Abu Hurairah RA berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, 'Tahukah kalian siapakah orang yang muflis (bangkrut) itu? Para sahabat menjawab, 'Orang yang muflis (bangkrut) di antara kami adalah orang yang tidak punya dirham dan tidak punya harta.'

Rasulullah SAW bersabda, 'Orang yang muflis (bangkrut) dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) melaksanakan salat, menjalankan puasa dan menunaikan zakat, namun ia juga datang (membawa dosa) dengan mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta ini dan menumpahkan darah si ini serta memukul si ini. Maka akan diberinya orang-orang tersebut dari kebaikan-kebaikannya. Dan jika kebaikannya telah habis sebelum ia menunaikan kewajibannya, diambillah keburukan dosa-dosa mereka, lalu dicampakkan padanya dan ia dilemparkan ke dalam neraka. (HR Muslim, Turmudzi & Ahmad)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pentingnya beramal saleh berupa ibadah kepada Allah SWT seperti salat, puasa, zakat maupun amaliyah ubudiyah lainnya. Karena hal tersebut merupakan amaliyah yang mendapatkan prioritas untuk dihisab pada yaumul akhir.

Hadis di atas menggambarkan penyebutan salat, puasa dan zakat lebih awal, daripada bentuk amaliyah dengan sesama manusia. Dalam sebuah hadis diriwayatkan, "Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari seorang hamba adalah salatnya. Jika baik salatnya, maka sungguh ia beruntung dan sukses. Namun jika salatnya fasad, maka ia akan menyesal dan merugi." (HR Nasa'I, Ibnu Majah & Ahmad)

2. Gambaran dan pembelajaran Rasulullah SAW yang 'visioner' mengenai definisi muflis atau bangkrut terhadap para sahabatnya. Secara visi jangka pendek, kebangkrutan adalah orang yang tidak memiliki dinar, dirham maupun harta benda dalam kehidupannya. Dan hal inilah yang disampaikan para sahabat kepada Rasulullah SAW ketika beliau bertanya kepada mereka mengenai kebangkrutan.

Namun Rasulullah SAW memberikan pandangan yang jauh ke depan mengenai hakikat dari kebangkrutan, yaitu pandangan kebangkrutan yang hakiki di akhirat kelak. Hal ini sekaligus menunjukkan, bahwa seorang mukmin harus memiliki visi ukhrawi dalam melihat dan menjalankan kehidupan di dunia, seperti visi dalam bekerja, berumah tangga, berinvestasi, dsb, yang selalu mendatangkan manfaat bukan hanya di dunia, namun juga di akhirat.

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS Al-Qashas (28): 77)

3. Hakikat Muflis (kebangkrutan) yang digambarkan oleh Rasulullah SAW, bahwa secara bahasa, muflis berasal dari kata iflas yang artinya bangkrut, ketidakmampuan membayar dan kegagalan. Dalam hadits ini, kebangkrutan itu bukan karena seseorang tidak memiliki sesuatupun di dunia ini, namun orang yang bangkrut adalah orang kelak pada hari kiamat datang menghadap Allah SWT dengan pahala salatnya, puasanya, zakatnya maupun pahala amal ibadahnya yang lain. Namun di sisi lain ia juga membawa dosa karena suka mencela orang lain, menuduh, memakan harta manusia, menumpahkan darah dan memukul orang lain.

Dan karena perbuatan dosanya kepada orang lain itulah, ia dimintai pertanggung jawaban dengan cara seluruh khazanah kebaikannya diambil untuk menutupi perbuatannya terhadap orang-orang yang pernah dizaliminya. Bahkan seluruh khazanah kebaikannya telah ludes habis, namun belum dapat memenuhi seluruh kedzalimannya yang dilakukan terhadap orang lain, maka Allah SWT mengambil dosa-dosa orang yang didzaliminya tersebut lalu dicampakkan pada dirinya. Sehingga jadilah ia orang yang muflis (bangkrut), karena kebaikannya tidak dapat menutupi keburukannya, sehingga ia dilemparkan ke dalam api neraka, na'udzubillah min dzalik.

4. Pentingnya berbuat ihsan terhadap sesama insan dalam bermualah sehari-hari, bahkan terhadap hewan sekalipun. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT menwajibkan untuk berbuat baik dalam segala hal. Maka apabila kamu membunuh, bunuhlah dengan baik. Dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Dan hendaklah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan mengistirahatkan hewan sembelihannya." (HR Muslim)

Jika terhadap hewan saja, kita diperintahkan untuk berbuat ihsan semaksimal mungkin, apalagi terhadap sesama manusia. Al Qur'an dan sunnah banyak sekali menggambarkan tentang pentingnya berbuat ihsan dalam muamalah sesama manusia. Di antaranya diharamkan menggunjing (baca: ghibah), bahkan disamakan dengan seseorang memakan bangkai saudaranya yang telah meninggal dunia, dsb. Tidak baiknya seseorang dalam bermuamalah terhadap sesama manusia akan mengakibatkan kehancuran dirinya dan menjerumuskannya ke dalam api neraka, kendatipun ia seorang ahli ibadah.

5. Pentingnya mengikhlaskan atau mengembalikan segala sesuatu kepada Allah SWT dalam apapun juga. Karena hal yang demikian ini, akan dapat menambah khazanah kebaikan kita di akhirat kelak. Contoh dari hal tersebut adalah 'sabar' menghadapi celaan dan cercaan maupun tingkah negatif orang lain. Jika kita bersabar dan mengembalikannya kepada Allah, insya Allah akan menambah khazanah amal kebaikan kita di akhirat.

6. Memungkinkannya ditambahkan atau dikuranginya pahala dan dosa seseorang di hari akhir kelak, dari hasil perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Hadis di atas dengan jelas menggambarkan hal tersebut: 'maka diberikanlah kebaikan-kebaikannya pada orang (yang didzaliminya tersebut).'

Oleh karena itulah, dalam kondisi apapun, kita tetap harus dapat melakukan perbuatan baik (baca; sunnah hasanah). Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang dalam Islam melakukan suatu sunnah (perbuatan) yang baik kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka ia mendapatkan kebaikannya dan kebaikan (pahala) dari orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang dalam Islam melakukan satu sunnah (perbuatan) yang buruk, kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun." (HR Muslim)

7. Indahnya metode Rasulullah SAW dalam men-taujih (baca: memberikan nasihat) para sahabatnya, yaitu dengan metode interaktif. Beliau memancing konsentrasi para sahabatnya dengan tanya jawab, lalu beliau memberikan penjelasan yang tuntas dari permasalahan yang dilemparkan ke para sahabatnya.

Wallahu a'lam bis shawab.

Hakikat Kebangkrutan

Rikza Maulan - detikRamadan
Dari Abu Hurairah RA berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, 'Tahukah kalian siapakah orang yang muflis (bangkrut) itu? Para sahabat menjawab, 'Orang yang muflis (bangkrut) di antara kami adalah orang yang tidak punya dirham dan tidak punya harta.'

Rasulullah SAW bersabda, 'Orang yang muflis (bangkrut) dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) melaksanakan salat, menjalankan puasa dan menunaikan zakat, namun ia juga datang (membawa dosa) dengan mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta ini dan menumpahkan darah si ini serta memukul si ini. Maka akan diberinya orang-orang tersebut dari kebaikan-kebaikannya. Dan jika kebaikannya telah habis sebelum ia menunaikan kewajibannya, diambillah keburukan dosa-dosa mereka, lalu dicampakkan padanya dan ia dilemparkan ke dalam neraka. (HR Muslim, Turmudzi & Ahmad)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pentingnya beramal saleh berupa ibadah kepada Allah SWT seperti salat, puasa, zakat maupun amaliyah ubudiyah lainnya. Karena hal tersebut merupakan amaliyah yang mendapatkan prioritas untuk dihisab pada yaumul akhir.

Hadis di atas menggambarkan penyebutan salat, puasa dan zakat lebih awal, daripada bentuk amaliyah dengan sesama manusia. Dalam sebuah hadis diriwayatkan, "Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari seorang hamba adalah salatnya. Jika baik salatnya, maka sungguh ia beruntung dan sukses. Namun jika salatnya fasad, maka ia akan menyesal dan merugi." (HR Nasa'I, Ibnu Majah & Ahmad)

2. Gambaran dan pembelajaran Rasulullah SAW yang 'visioner' mengenai definisi muflis atau bangkrut terhadap para sahabatnya. Secara visi jangka pendek, kebangkrutan adalah orang yang tidak memiliki dinar, dirham maupun harta benda dalam kehidupannya. Dan hal inilah yang disampaikan para sahabat kepada Rasulullah SAW ketika beliau bertanya kepada mereka mengenai kebangkrutan.

Namun Rasulullah SAW memberikan pandangan yang jauh ke depan mengenai hakikat dari kebangkrutan, yaitu pandangan kebangkrutan yang hakiki di akhirat kelak. Hal ini sekaligus menunjukkan, bahwa seorang mukmin harus memiliki visi ukhrawi dalam melihat dan menjalankan kehidupan di dunia, seperti visi dalam bekerja, berumah tangga, berinvestasi, dsb, yang selalu mendatangkan manfaat bukan hanya di dunia, namun juga di akhirat.

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS Al-Qashas (28): 77)

3. Hakikat Muflis (kebangkrutan) yang digambarkan oleh Rasulullah SAW, bahwa secara bahasa, muflis berasal dari kata iflas yang artinya bangkrut, ketidakmampuan membayar dan kegagalan. Dalam hadits ini, kebangkrutan itu bukan karena seseorang tidak memiliki sesuatupun di dunia ini, namun orang yang bangkrut adalah orang kelak pada hari kiamat datang menghadap Allah SWT dengan pahala salatnya, puasanya, zakatnya maupun pahala amal ibadahnya yang lain. Namun di sisi lain ia juga membawa dosa karena suka mencela orang lain, menuduh, memakan harta manusia, menumpahkan darah dan memukul orang lain.

Dan karena perbuatan dosanya kepada orang lain itulah, ia dimintai pertanggung jawaban dengan cara seluruh khazanah kebaikannya diambil untuk menutupi perbuatannya terhadap orang-orang yang pernah dizaliminya. Bahkan seluruh khazanah kebaikannya telah ludes habis, namun belum dapat memenuhi seluruh kedzalimannya yang dilakukan terhadap orang lain, maka Allah SWT mengambil dosa-dosa orang yang didzaliminya tersebut lalu dicampakkan pada dirinya. Sehingga jadilah ia orang yang muflis (bangkrut), karena kebaikannya tidak dapat menutupi keburukannya, sehingga ia dilemparkan ke dalam api neraka, na'udzubillah min dzalik.

4. Pentingnya berbuat ihsan terhadap sesama insan dalam bermualah sehari-hari, bahkan terhadap hewan sekalipun. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT menwajibkan untuk berbuat baik dalam segala hal. Maka apabila kamu membunuh, bunuhlah dengan baik. Dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Dan hendaklah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan mengistirahatkan hewan sembelihannya." (HR Muslim)

Jika terhadap hewan saja, kita diperintahkan untuk berbuat ihsan semaksimal mungkin, apalagi terhadap sesama manusia. Al Qur'an dan sunnah banyak sekali menggambarkan tentang pentingnya berbuat ihsan dalam muamalah sesama manusia. Di antaranya diharamkan menggunjing (baca: ghibah), bahkan disamakan dengan seseorang memakan bangkai saudaranya yang telah meninggal dunia, dsb. Tidak baiknya seseorang dalam bermuamalah terhadap sesama manusia akan mengakibatkan kehancuran dirinya dan menjerumuskannya ke dalam api neraka, kendatipun ia seorang ahli ibadah.

5. Pentingnya mengikhlaskan atau mengembalikan segala sesuatu kepada Allah SWT dalam apapun juga. Karena hal yang demikian ini, akan dapat menambah khazanah kebaikan kita di akhirat kelak. Contoh dari hal tersebut adalah 'sabar' menghadapi celaan dan cercaan maupun tingkah negatif orang lain. Jika kita bersabar dan mengembalikannya kepada Allah, insya Allah akan menambah khazanah amal kebaikan kita di akhirat.

6. Memungkinkannya ditambahkan atau dikuranginya pahala dan dosa seseorang di hari akhir kelak, dari hasil perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Hadis di atas dengan jelas menggambarkan hal tersebut: 'maka diberikanlah kebaikan-kebaikannya pada orang (yang didzaliminya tersebut).'

Oleh karena itulah, dalam kondisi apapun, kita tetap harus dapat melakukan perbuatan baik (baca; sunnah hasanah). Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang dalam Islam melakukan suatu sunnah (perbuatan) yang baik kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka ia mendapatkan kebaikannya dan kebaikan (pahala) dari orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang dalam Islam melakukan satu sunnah (perbuatan) yang buruk, kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun." (HR Muslim)

7. Indahnya metode Rasulullah SAW dalam men-taujih (baca: memberikan nasihat) para sahabatnya, yaitu dengan metode interaktif. Beliau memancing konsentrasi para sahabatnya dengan tanya jawab, lalu beliau memberikan penjelasan yang tuntas dari permasalahan yang dilemparkan ke para sahabatnya.

Wallahu a'lam bis shawab.

SHALAT DAN PUNGSINYA

“ Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadat-ibadat lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al Ankabut, 29:45)

SHALAT: Definisi dan Pengertiannya Secara Umum
Salat, merupakan salah satu rukun Islam ke dua dari lima rukun yang harus dikerjakan oleh umat Islam diseluruh penjuru dunia, sejak diturunkannya hingga menjelang hari kiamat. Dan jika kita mau menteliti lebih jauh tentang praktek solat yang kita kerjakan setiap hari, maka pasti akan kita temukan bahwa, shalat pada dasarnya mengandung bebagai macam do’a dan permohonan yang ditujukan kepada penguasa jagad raya, namun dalam pelaksanaannya ia mempunyai sarat-sarat khusus yang harus dipenuhi demi mencapai kesempurnaan. Adapun penggunaan kata salat yang berarti do’a dapat kita temukan didalam al-qur’an:
(وصل عليهم ان صلاتك سكن لهم) أى أدع لهم
“berdoalah kamu untuk mereka karna sesungguhnya do’amu adalah ketenangan bagi mereka”.
Sehingga, secara etimologi shalat bisa diartikan sebagai do’a, seperti contoh yang sudah kami kemukakan diatas. Selain bermakna do’a salat juga mempunyai banyak arti diantaranya; rahmat, barokah, dan ta’dzim yang contoh-contohnya banyak kita temukan dalam al-qur’an.
Sedangkan pengertian salat dalam hukum Islam, adalah praktek ibadah wajib, yang didalamnya mengandung ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan, yang diawali dengan takbir (takbiratul ihram) bersamaan dengan niat, dan diakhiri dengan salam .

Kedudukan dan Posisi Salat
Salat adalah tiangnya agama
Syiar Islam yang utama
 
SHALAT: Hikmah dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Mental

Secara garis besar “hikmah” adalah, mengenal dan memahami apa rahasia dari segala sesuatu yang ada di dunia ini. Sehubungan dengan pengertian hikmah tersebut dalam pembahasan ini kita akan meneliti tentang apa sebenarnya rahasia yang terkandung didalam shalat serta pengaruhnya kepada musalli. Namun perlu di fahami bahwa tidak semua orang yang sudah melaksanakan shalat akan selalu mendapatkan hikmah yang sudah di janjikan oleh Allah kepadanya (musalli), karna berhasil atau tidak seorang musalli dalam meraih hikmah shalat, sebenarnya tergantung kepada kesungguhan dan usaha mereka dalam mengerjakan shalat itu sendiri. Oleh karenanya mengapa al-qur’an ataupun hadist-hadis Nabi yang sahih dalam menyerukan perintah untuk shalat tidak pernah menggunakan istilah “ kerjakanlah shalat” melainkan “dirikanlah shalat”?. Hal ini karena memang terdapat perbedaan yang significan (penting) diantara kedua istilah tersebut. Dengan memilih istilah dirikanlah shalat, Allah telah memberikan isyarat kepada setiap musalli dalam pelaksanaan shalat, agar bisa membuahkan hasil nyata dalam kehidupan riil sehari-hari, janganlah berpedoman hanya sekedar formalitas untuk menggugurkan kewajiban agama, melainkan harus kita tanamkan kesungguhan dan komitment yang tinggi dalam hati, yaitu dengan memenuhi segala syarat, rukun sunnah, larangan shalat secara sempurna, serta segala sesuatu yang merupakan bagian dari kesempurnaan shalat.
I. Menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran
Dalam dunia ini tuhan yang maha pengasih telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, ini sudah menjadi sunnatullah yang sudah tidak bisa di ingkari kebenarannya. Separti halnya di ciptakannya siang pasti ada juga malam, ada yang kaya dan ada pula yang miskin, ada yang tampan ada juga yang jelek. Begitu pula manusia dalam mengarungi kehidupan ini pasti akan senantiasa dihadapkan kepada dua jalan yang harus kita pilih; jalan yang benar, dan jalan yang sesat. Akan tetapi permasalahanya setan dan sekutunya tidak akan pernah membiarkan kita menapaki jalan yang benar, mereka akan selalu menggoda kita melalui berbagai macam daya dan upaya agar manusia terjerumus dalam lubang kenistaan. Namun bagi kamu muslimin yang ingin menghindarinya, Allah sudah menyiapkan penangkalnya, yaitu dengan cara berserah diri kepada Allah, dengan cara melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Diantaranya dengan mendirikan shalat, Allah s.w.t berfirman:
“ dan dirikanlah shalat, karena sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari yang keji dan mungkar”. (QS. Al-Ankabut ……….)
“jadikanlah sabar dan shalat sebagi penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusy’. (Al-Baqarah 2:45)
“sesungguhnya telah mendapat kemenangan orang-orang yang beriman. Yaitu orang yang khusu’ dalam shalat mereka. Dan orang yang berpaling dari perkara-perkara yang tidak berguna”. (Al-Mu’minun 23: 1-3)
Dari ayat-ayat diatas dapat kita ketahui bahwa salah satu kunci kebehasilan untuk bisa terhindar dari perbuatan keji dan mungkar adalah dengan mendirikan shalat, yaitu memenuhi sunnah-sunnahnya, rukun-rukunnya, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kesempurnaan shalat, maka sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang telah mendapatkan kemenangan. Akan tetapi tuhan juga mengingatkan bahwa kunci keberhasilan itu sulit di lakukan kecuali bagi mereka yang serius(khusyu’) dan berkomitmen tinggi, sehingga mereka dalam melakukan shalat bisa bersungguh-sungguh dan menjadi ringan dalam beribadah tanpa ada hambatan sedikitpun. Nah apabila seorang muslim sudah mampu mendirikan shalat secara benar dan istiqomah (terus-menerus), maka tanpa disadari sedikit demi sedikit mereka akan menghilangkan atribut apapun yang ada dipundaknya (pangkat, jabatan maupun kekayaan), ego-nyapun yang selama ini merupakan pusat kendali anggota tubuh, akan serta-merta terkikis habis. Ia akan sadar bahwa satu-satunya julukan yang pantas bagi mereka, yaitu sebagai bagian dari alam yang bernama manusia, yang mempunyai segala bentuk kelemahan dan kekurangan. Oleh karenanya segala perbuatan yang hedak dilakukannya secara naluri akan terfilter dengan sendirinya, karna dirinya selalu sedang diawasi oleh yang maha Esa, dia akan selalu ingat bahwa Allah lebih dekat dari pada urat nadi dan mengetahui segala sesuatu yang ia kerjakan .
Secara logika, apabila hati dan nurani terus menerus diasah oleh rasa tawadlu, rendah diri, dan menyadari bahwa mereka adalah hamba Allah yang hina dina dan tercipta hanya semat-mata untuk beribadah kepada-Nya, maka hati kita akan menjadi sangat tajam dan bersih dari kotor karat yang bisa memudarkan kejernihannya. Maka begitu shalat selesai, musalli telah memiliki kekuatan baru yang di peroleh dari hasil kerja ruhani yang didirikannya. Dan nur cahaya ilahi akan segera membias ke seluruh tubuh musalli, jiwanyapun akan tercerahkan olehnya. Ia akan merasa ringan dan mantap dalam mengerjakan segala hal yang menjadi keinginannya, kemantapan inilah yang membantunya meraih kesuksesan dalam hidup dan berimplikasi kepada semua tindakan dan perbuatan yang akan dilakukannya, tanpa bisa terbujuk oleh rayuan setan yang menyesatkan. Prof.H. A. Rivay Siregar dalam bukunya Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme menjelaskan bahwa, apabila hati sudah bersih dari noda dan sifat tercela, maka berarti manusia telah kembali kepada kemanusiaannya yang hakiki sehingga ia akan merefleksikan kebenaran sebagaimana adanya. Karena kata hati dan mata hati telah terbebas dari pernghalang antara dia dan realitas, maka ia akan dapat “menangkap kebenaran” dari sumber aslinya. Wawasannya akan terbebas dari kepentingan diri sendiri dan terhindar dari kekeliruan.
Kalau kita amati lebih jauh, kiranya dapat kita fahami bahwa apabila aqidah sudah kita tanamkan dalam lubuk hati yang paling dalam, dan ibadah kita laksanakan secara benar, maka akan melahirkan akhlak (moral) yang terpuji. Hal ini terbukti bahwa sistimatik pengajaran Islam yang diterapkan oleh rasulullah s.a.w, terutama pengajaran yang dimulai di kota makkah dan kemudian dilanjutkan di madinah, beliau mulai dengan pembersiahan akidah terlebih dahulu dari segala gejala syirik, kurafat dan takhyul. Kemudian dibarengi dengan pembinaan mental dan pemurnian akhlak. Kurang lebih dua tahun lagi menjelang hijrah kemadinah, ketika beliau di isra’/mi’rajkan, maka datanglah perintah shalat lima waktu dalam sehari semalam. Dari penjelasan diatasa kiranya dapat kita fahami bahwa antara akidah, ibadah, dan akhlak merupakan tiga serangkai yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pemantapan dan pemurnian akidah akan mendorong manusia untuk dapat melaksanakan ibadah secara ikhlash hanya kepada Allah, sehingga melahirkan akhlak yang mulia.

II. Memberikan ketenangan jiwa
Pada dasarnya jiwa manusia akan dilanda kehampaan fikiran dan keletihan jiwa setelah begitu lama dihadapkan dengan urusan-urusan dunia, hatinyapun sering kali merasa gelisah dalam menghadapi cobaan yang datang silih berganti. Mereka tidak tahu harus bagaimana menghadapinya karna keterbatasan akal fikiran yang dimiliki, sehingga mereka membutuhkan tempat mengadu, mencari ketenangan, serta jalan keluarnya. Ibarat seorang pengembara, maka pada suatu saat dia akan berhenti sejenak untuk bertanya arah yang benar sehingga ia bisa sampai kepada tempat yang diinginkan, ataupun berhenti untuk sekedar beristirahat menghilangkan segala penat dan melengkapi bekal perjalanan yang ia butuhkan. Begitulah kiranya gambaran jiwa dan raga kita, pada suatu masa membutuhkan tempat untuk beristirahat dan menenangkan diri setelah sekian lama bergelut dengan urusan-urusan duniawi.
Oleh karenanya Allah mewajibkan Salat sebanyak lima kali dalam sehari, sebagai tempat peristirahatan jiwa dan raga kita. Karna pada hakikatnya shalat adalah sarana yang tepat untuk memenuhi kebutuhan jiwa kita, sehingga ia akan terlepas dari belenggu yang disebabkan oleh hal-hal yang bersifat duniawi (materi). Jika dalam sehari semalam kita hanya disibukkan oleh urusan-urusan duniawi saja, tanpa memperhatikan kebutuhan rohani sehingga tidak ada keseimbangan diantara keduanya, maka pada saat itulah kita sudah menggadaikan ketenangan dan ketentraman jiwa kita yang sebenarnya merupakan kekayaan hakiki yang tidak bisa di di tandingi oleh kekayaan materi. Kondisi kita akan terbelenggu oleh hasrat duniawiah; seperti tamak akan harta benda, ambisi mendapatkan kedudukan yang tinggi, dan keinginan untuk selalu mengikuti hawanafsu yang hanya menjanjikan kesenangan dan kebahagiaan semu. Untuk mengembalikan keseimbangan jiwa dan raga seperti sedia kala dan menempatkan ruhani kembali kepada hakikatnya, maka kita harus banyak mengingat dan beribadah kepadan-Nya, karna dengan mengingat-Nya hati kita akan menemukan sebuah ketenangan dan kedamaian, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah,sesungguhnya dengan mengingat Allah hatimu akan menjadi tentram. ( Arra’d 13:28)
Secara garis besar dalam pelaksanaannya, salat akan sangat berma’na jika terpenuhi tiga hal berikut ini:
1. Hati yang khusu’, serta jiwa yang bersih, dalam menghadap Ilahi
2. Lisan tak henti-hentinya memanjatkan dzikir dan do’a
3. Anggota badan merealisasikan bentuk pengagungan kita kepada Ilahi dengan gerakan-gerakan yang sudah di tentukan oleh Nabi
Tiga persyaratan diatas, merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan oleh musalli, dan tidak boleh terpisah-pisahkan. Didalam shalat kita harus benar-benar memusatkan fikiran kepada satu objek(Allah), dan mencoba untuk berserah diri secara utuh, bahwa kita adalah seorang hamba yang hina yang sedang menghadap Tuhannya, lisan kitapun melakukan dzikir dan doa, diiringi dengan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh anggota tubuh, seperti melaksanakan takbir, ruku’, sujud duduk iftirasy, dan sebagainya. Keadaan inilah yang sering kita kenal dengan istilah “khusu’”(berserah diri seutuhnya), sehingga kita akan merasakan kekosongan pikiran, terlepas dari semua beban yang ada, rasa benci, sakit hati, iri, dengki, dan sifat-sifat buruk lainnya akan sirna, karna ruh kita hanya tertuju kepada Allah semata. Sehingga jiwa kita akan kembali fitrah, dan tidak akan mudah terpengaruh oleh dorongan hawa nafsu. Allah telah mencerakan hatinya, menyegarkan jiwnya, dan menurunkan hidayah kepadanya, sebagai bekal untuk menghadapi berbagai tantangan dalam arena kehidupan ini.
Proses inilah yang akan menghantarkan seorang muslim mencapai satu titik, dimana jiwa dan raga kita akan sambung kepada Dzat yang maha tinggi, dan berserah diri dengan sepenuh hati. Kita akan serta-merta terlepas dari semua beban dan masalah yang sedang kita hadapi, karna jiwa, lisan, dan tubuh, terpusatkan sepenuhnya untuk berserah diri dihadapan Ilahi. Sehingga setelah menyelesaikan salat, musalli akan mendapatkan suasana yang sama sekali baru; dia akan selalu mantap dan percaya diri dalam melanjutkan aktivitasnya, fikirannya akan kembali jernih seperti baru bangun dari tidur, dan tubuhpun akan terasa segar kembali, karna jiwa dan raganya sudah tercerahkan oleh nur Ilahi, kondisi inilah yang sering kita kenal dengan “Nafs muthmainnah” (jiwa yang tenang). Dilihat dari psikologi manusia, maka jiwa yang tenang dapat dikatakan sebagai “klimaks dari kebahagiaan”, puncak dari kenikmatan hidup manusia di dunia dan merupkan wilayah tertinggi dari perkembangan rohani manusia dan kemanusiaan. Dalam suasana dan kondisi yang demikianlah manusia menemukan rasa kebebasan rohaniahnya, merdeka dari segala godaan, bahagia sentosa dalam suasana aman dan damai tanpa kekhawatiran dan duka cita. ....”barang siapa menyerahkan jiwa raganya kepada Allah seraya ia berbuat kebaikan, baginya pahala dari sisi Tuhannya. Mereka tidak ada rasa kekhawatiran dan tiada pula dukacita” (QS. 2:122)
Abu Sangkan dalam bukunya”pelatihan shalat khusyu’”menjelaskan, bahwa shalat merupakan suatu aktivitas jiwa yang termasuk dalam kajian ilmu psikologi transpersonal, karna shalat adalah proses perjalanan spiritual yang penuh makna yang dilakukan seorang manusia untuk menemui Tuhan semesta alam. Salat dapat menjernihkan jiwa dan mengangkat pesolat untuk mencapai taraf kesadaran yang lebih tinggi, dan pengalaman puncak.
Maka benarlah kiranya ketika al-Qur’an menjelaskan bahwa:
“sesungguhnya manusia itu dijadikan(bersifat) loba dan kikir. Mengeluh apabila kesusahan menimpanya, dan kikir apabila dianugerahi oleh kebaikan (keuntungan). Kecuali orang-orang yang shalat. yang kepada shalat mereka selalu mendirikannya”.(Al-Ma’aarij:19-23)
“ٍان صلاتي ونسكي ومحياى ومماتى لله رب العالمين ”
(Sesungguhnya, salatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanya untuk Allah semata) (Al-An’am:162)
Sebab itulah orang yang beriman dan selalu menjaga kesempurnaan shalatnya akan selalu ingat akan firman Allah:
”supaya kamu tidak berputus asa karena ada yang luput daripadamu dan supaya jangan terlalu gembira dengan apa yang datang kepadamu, dan Allah tidak suka kepada orang-orang yang angkuh lagi sombong”(Al-Hadist:23)
“karena sesungguhnya beserta kesukaran itu ada kelapangan” (Al-Insyirah:5-6)

III. Melatih Kedisiplinan
Akhir-akhir ini banyak sekali kita temui berbagai macam tindakan yang tidak mencerminkan kedisiplinan terjadi diberbagai bidang lini kehidupan, hal ini mempunyai faktor penyebab yang bervariatif. Sehingga berimplikasi kepada kemunduran etika dan moral masyarakat yang tercermin dalam tindakan nyata sehari-hari, maupun profesialisme didalam segala bidang; ibadah, pekerjaan, pemerintahan dan sebagainya. Untuk memulihkan rasa disiplin tersebut sepatutnya kita harus mempunyai kesabaran, kesadaran, dan pendirian yang tinggi terhadap segala sesuatu yang telah menjadi tanggung jawab dan kewajiban yang harus kita kerjakan sesuai dengan aturan main yang telah ditentukan.
Salah satu hikmah shalat selain dari dua perkara yang sudah kita bahas di atas adalah, mendidik musalli untuk selalu disiplin dalam menjalankannya, sesuai dengan waktu dan bilangannya yang dipraktekkan melalui gerakan-gerakan tubuh, lisan (bacaan shalat) dan hati(niat). Itulah sebagian dari kewajiban seorang musalli dalam melaksanaan shalat yang menuntut kedisiplinan. Dan apabila ia berhasil memenuhinya dengan tulus dan ikhlas semata-mata mencari ridla Tuhan, secara umum akan dapat dipastikan bahwa ia akan bisa mencerminkan sikap disiplin dalam kehidupannya.
“Maka hendaklah kamu mendirikan shalat, karena sesungguhnya shalat itu atas orang-orang mukmin adalah merupakan kewajiban yang telah ditentukan waktunya”(An-Nisa’ :103)
“Jadikanlah sabar dan Shalat sebagi penlongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka kembali kepada-Nya” (Al-Baqarah 2: 45-46)
Dari ayat-ayat diatas mencerminkan pengertian bahwa sesungguhnya melaksanakan shalat dengan sempurna begitu sulit dan berat untuk dilaksanakan, kecuali bagi mereka yang beriman dan mempunyai kesadaran yang tinggi bahwa kepada Dia-lah kita semua akan kembali dan mempertanggung jawabkan segala sesuatu yang telah kita lakukan di atas bumi ini. Didalam shalat musalli dituntut untuk bisa melaksanakan semua gerakan-gerakan; badan, jiwa, dan akal fikiran sesuai dengan perintah Allah yang didemonstasikan oleh Nabi di depan para sahabat-sahabatnya “ Shalatlah kamu sebagaimana kamu lihat aku shalat” ( H.R. Bukhari dan Muslim). Nabi s.a.w juga pernah ditanya oleh sahabat Ibnu Mas’ud r.a:
“Apakah amalan yang paling disukai leh Allah s.w.t?
Rasul menjawab : mendirikan shalat di awal waktunya.
Saya bertanya lagi : sesudah itu apa?
Rasul menjawab : berbuat baik kepada ibu dan bapa
Saya bertanya lagi : sesudah itu apa lagi?
Rasul menjawab : jihad dijalan Allah
(H.R. Bukhari dan Muslim)

Jelaslah kiranya bahwa dengan menjalankan ibadah shalat, sekaligus kita sudah melatih kedisiplinan kita dalam mentaati semua peraturan yang berlaku, yang akan di representasikan dalam kehidupan nyata, sehingga didalam setiap gerak langkahnya akan tercermin kedisiplinan yang tinggi. Adapun cermin kedisiplinan dalam praktek ibadah shalat seluruhnya tersimpul didalam syarat-syarat, rukun-rukun dan segala sesuatu yang merupakan bagian dari kesempurnaan shalat dapat kita cermati sebagai berikut:

Cermin kedisiplinan musalli sebelum memasuki shalat

1. memperhatikan waktu shalat
“Sesungguhnya shalat itu atas orang mukmin adalah merupaakan kewajiban yang telah ditentukan”(An-Nisa’ :103)
2. menyempurnakan wudlu’
“ Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mau mendirikan shalat, hendaklah cuci mukamu, dan tanganmu sampai ke siku dan usaplah kepalamu, dan cucilah kakimu sampai dua mata kaki dan jika kamu dalam keadaan junub, maka hendaklah kamu bersuci (mandi)” (Al-Maidah :6)
“Allah tidak menerima shalat seseorang di antara kamu apabila ia berhadast, sehingga ia berwudlu” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3. memakai pakaian yang bersih serta suci dari najis
(Carikan dalilnya )
4. menutup aurat secara sempurna
(Carikan dalilnya )
5. menghadap ke arah kiblat
“Sesungguhnya kami telah melihat mukamu berpaling-paling ke langit, lamu kamu palingkan engkau ke arah qiblat yang engkau rida’i, karena itu palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana-mana saja kamu berada, hendaklah kamu palingkan mukamu ke arah fihaknya” (Al-Baqarah :144)
“Apabila engkau hendak mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudlu’mu, kemudian menghadaplah ke arah kiblat” (H.R. Muslim)
6. menyempurnakan perbuatan yang di anjurkan untuk dikerjakan sebelum memasuki praktek shalat, seperti bersiwak, berwangi-wangian, dsb.
“ Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: seandainya tidak (takut) memberatkan kepada umatku, maka saya memerintahkan mereka untuk ber-siwak setiap akan melaksanakan shalat” (H.R. Muslim)
7. Didalam praktek shalat berjamaah kita harus meluruskan barisan, karna hal itu merupakan bagian dari kesempurnaan shalat
“Luruskanlah barisanmu, karena meluruskan barisan merupakan bagian dari kesempurnaan shalat” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Cermin kedisiplinan musalli ditengah-tengah shalat

1. Bagi seorang ma’mum dilarang untuk mendahului daripada gerakan imam
“ Wahai manusia, aku adalah imam kamu semua. Maka janganlah kamu mendahului aku diwaktu ruku’ dan janganlah kamu mendahului aku di waktu sujud, juga jangan waktu berdiri , duduk, maupun salam(H.R. Ahmad dan Muslim).
2. Niat
“ Sesungguhnya segala perbuatan itu hendaklah disertai dengan niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3. Diwajibkan berdiri bagi yang mampu dalam setiap shalat fardlu
“ Berkata ‘Amran Bin Husain: saya berpenyakit bawazir, maka saya menanyakannya kepada Nabi: shalatlah dengan berdiri, kalau engkau tidak sangup, shalatlah dengan duduk, apabila masih tidak mampu, maka shalatlah dengan berbaring” (H.R. Bukhari)
4. Takbiratul ihram. Membaca fatihah, ruku’, i’tidal serta tuma’ninah, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk akhir
“ Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Sesungguhnya Nabi s.a.w. pernah masuk kedalam masjid, kemudian bersabda: apabila kamu berdiri shalat bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah bagimu, kemudian ruku’lah sehingga tuma’ninah dalam keadaan ruku’, lalu bangkitlah sehingga i’tidal dalam keadaan berdiri, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sujud, kemudian bangkitlah sehingga tum’aninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sudud, kemudian berbuatlah demikian dalam semua shalatmu” (H.R. Bukhari dan Muslim)
5. Membaca tasyahhud akhir
6. Membaca salawat atas Nabi Muhammad s.a.w
7. Salam
“ Aku melihat Nabi s.a.w memberi salam ke kanan dan ke kiri sehingga kelihatan putih pipinya” (H.R. Ahamad, Muslim, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah)
8. Tertib dalam pelaksanaan semua rukun-rukun shalat.
“Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Jelaslah, bahwa shalat merupakan sebuah kewajiban bagi semua kaum muslimin, yang telah ditentukan waktu dan tatacara mengerjakannya. Dengan demikian meskipun kita telah mahir di bidang agama sekalipun, akan tetapi tidak ada hak sedikitpun bagi kita untuk menciptakan sendiri gerakan –gerakan shalat ataupun bacaannya, karna semuanya sudah menjadi hak mutlak Allah sedangkan kewajiban kita adalah mentaati dan menjalankannya dengan baik dan sempurna. Tentunya untuk mencapai taraf pelaksanaan yang baik dan sempurna diatas maka diperlukan kedisiplinan yang tinggi dalam menjalankannya.
T.A. Lathief Rousydy dalam bukunya Ruh Shalat dan Hikmahnya menjelaskan bahwa shalat sekaligus melatih musalli supaya berdisiplin dan patuh kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan. Beliau juga menjelaskan bahwa mulai dari yang bersifat gerakan badan, sampai kepada bacaan, serta niat yang diucapkan oleh hati, semuanya haruslah sesuai dengan sunnah yang telah di diskribsikan dan di praktekan langsung oleh beliau Muhammad pembawa risalah Ilahi.

untuk para suami istri




Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi,  ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat  pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya  dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Cerita Nyata di “KAMAR MAYAT”

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim...Kisah ini diceritakan oleh seorang ustadz yang bertugas memandikan mayat orang Islam di sebuah Rumah Sakit. Semoga dapat kita ambil iktibar dan tauladan.

Lebih kurang jam 3.30 pagi, saya menerima panggilan dari rumah sakit untuk mengurus jenazah lelaki yang sudah seminggu tidak dimandikan. Di luar kamar mayat itu cukup dingin dan gelap serta sunyi dan hening.

Hanya
saya dan seorang penjaga ruangan tersebut yang berada dalam kamar mayat tsb. Saya membuka dengan hati-hati penutup muka jenazah. Kulitnya putih, badannya kecil dan berusia sekitar 20thn-an. Allah Maha Berkuasa.



Tiba-tiba saya lihat muka jenazah itu sedikit demi sedikit berubah menjadi hitam. Mulanya saya tidak menganggap ia sesuatu yg aneh, namun semakin lama berubah semakin hitam, hati saya mula bertanya-tanya. Saya terus menatap perubahan itu dengan seksama, sambil di hati tidak berhenti-henti membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Detik demi detik berlalu, wajah jenazah semakin hitam.

Selepas lima menit berlalu, barulah ia berhenti bertukar warna, wajah mayat tsb tidak lagi putih seperti warna asalnya, tetapi hitam seperti terbakar. Saya keluar dari kamar mayat tsb dan duduk termenung memikirkan kejadian aneh tadi. Berbagai pertanyaan timbul di kepala saya; apakah yang sebenarnya telah terjadi? Siapakah pemuda itu? Mengapa wajahnya berubah menjadi warna hitam? Persoalan demi persoalan muncul di fikiran saya.

Ketika saya termenung tiba-tiba saya melihat ada seorang wanita berjalan menuju ke arah saya. Satu lagi pertanyaan timbul, siapa pula wanita ini yang berjalan seorang diri di kamar mayat pada pukul 4.00 pagi. Semakin lama dia semakin dekat dan tidak lama kemudian berdiri di hadapan saya. Dia berusia 60thn-an dan memakai baju kurung.” Ustadz,” kata wanita itu. “Saya dengar anak saya meninggal dunia dan sudah seminggu mayatnya tidak diurus. Jadi saya mau melihat jenazahnya.” kata wanita bertutur dengan lembut.

Walaupun hati saya ada sedikit tanda tanya, namun saya membawa juga wanita itu ke tempat jenazah tersebut. Saya tarik laci nomor 313 dan membuka kain penutup wajahnya. “Betulkah ini mayat anak Bunda?”tanya saya. “Bunda rasa betul… tapi kulitnya putih.” “Bunda lihatlah betul-betul.” kata saya. Setelah ditelitinya jenazah tsb, wanita itu begitu yakin bahwa mayat itu adalah anaknya. Saya tutup kembali kain penutup mayat dan mendorong kembali lacinya ke dalam dan membawa wanita itu keluar dari kamar mayat.

Tiba di luar saya bertanya kepadanya. “Bunda, ceritakanlah kepada saya apa sebenarnya yang terjadi sampai wajah anak bunda berubah menjadi hitam?” tanya saya. Wanita itu tidak mau menjawab sebaliknya menangis terisak-isak. Saya ulangi pertanyaan tetapi ia masih enggan menjawab. Dia seperti menyembunyikan sesuatu.”Baiklah, kalau bunda tidak mau memberitahu, saya tidak mau mengurus jenazah anak Bunda ini. ” kata saya untuk menggertaknya. Dgn nada gertakan demikian, barulah wanita itu membuka mulutnya. Sambil mengusap airmata, dia berkata, “Ustadz, anak saya ini memang baik, patuh dan taat kepada saya. Jika dibangunkan di waktu malam atau pagi supaya utk sesuatu pekerjaan, dia akan bangun dan mengerjakannya tanpa membantah sepatahpun. Dia memang anak yang baik. Tapi…” tambah wanita itu lagi “apabila Bunda kejutkan dia untuk bangun sembahyang, Subuh misalnya, dia mengamuk marah2 sama bunda. membangunkan dia, disuruh pergi ke kios, dalam hujan lebat pun dia akan pergi, tapi kalau dibangungunkan supaya sembahyang, anak Bunda ini akan terus marah marah. Itulah yang Bunda sesalkan.” kata wanita tersebut. Jawabannya itu mengagetkan saya.

Teringat saya kepada Hadist Nabi bahwa barang siapa yang tidak sembahyang, maka akan ditarik cahaya iman dari wajahnya. Mungkin itulah yang berlaku. Wajah pemuda itu bukan saja ditarik cahaya keimanannya, malah diaibkan dengan warna yang hitam. Setelah menceritakan perangai anaknya, wanita tersebut meminta diri untuk pulang. Dia berjalan dengan tenang dan menghilang dikegelapan lorong rumah sakit. Kemudian saya pun memandikan, mengapankan dan menyembahyangkan mayat tersebut.

Selesai urusan itu, saya pulang ke rumah lagi. Saya hrs balik secepatnya, kerana perlu bertugas keesokan harinya sebagai imam disalah satu Masjid. Selang dua tiga hari kemudian, entah kenapa hati saya begitu tergerak untuk menghubungi kerabat mayat pemuda tersebut. Melalui nomor telpon yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit, saya hubungi saudara dari mayat yang agak jauh pertalian persaudaraannya. Setelah memperkenalkan diri, saya berkata, “Bapak, kenapa bapak membiarkan orang tua itu datang ke rumah sakit seorang diri di pagi-pagi hari. Rasanya lebih pantas kalau bapak dan keluarga bapak yang datang sebab bapak tinggal tdk jauh dari kota ini.”

Pertanyaan saya itu menyebabkan dia terkejut, “Orang tua yg mana?” katanya. Saya ceritakan tentang wanita tersebut, tentang bentuk badannya, wajahnya, cara bicaranya serta pakaiannya. “Kalau wanita itu yang ustadz maksud, wanita itu adalah Bundanya, tapi…. Bundanya sdah meninggal dunia lima tahun lalu!” Saya terpaku, tidak tau apa yang hendak dikatakan lagi. Jadi ‘apakah’ yang datang menemui saya pagi itu? Hemm …Walau siapa pun wanita itu dalam arti kata sebenarnya, saya yakin ia adalah ‘SESUATU’ yang Allah turunkan untuk memberitahu kita apa yang sebenarnya telah terjadi hingga menyebabkan wajah mayat pemuda tsb berubah jadi hitam. Peristiwa tersebut telah terjadi lebih setahun lalu, tapi masih segar dalam ingatan saya.

Ia mengingatkan saya kepada sebuah Hadits Nabi, yang menyatakn bahwa jika seseorang itu meninggalkan sembahyang satu waktu dengan sengaja, dia akan ditempatkan di neraka selama 80,000 tahun. Bayangkanlah seksaan yang akan dilalui karena satu hari di akhirat sama dengan seribu tahun di dunia. Kalau 80,000 tahun?

... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci 

( HIKMAH ) PENGAMEN DAN QORI

Seseorang mengeluh pada Ustadz, ‘Dimanakah keadilan Allah, telah lama aku meminta dan memohon padaNya namun tak pernah dikabulkan.. aku shalat, puasa, bersedekah, berbuat kebajikan.. tapi tak satupun keinginanku dikabulkan. Padahal seorang teman yang ibadahnya kacau, bicaranya menyinggung hati, akhlaknya buruk, tapi apa yang dimintanya terkabul dengan cepat. Oh sungguh Allah tidak adil..’ Ustad berkata, ‘Pernahkah engkau didatangi pengamen?’

‘Pernah, tentu saja’ Kata orang itu serius.

‘Bayangkan jika pengamen itu berpenampilan seram, bertato, bertindik, nyanyiannya tak merdu memekakkan telinga, apa yang kau lakukan?’ Orang itu menjawab, ‘segera kuberi uang agar dia cepat berlalu dari hadapanku’

‘Lalu bagamana jika pengamen itu Qori besuara merdu mendayu, menyanyi dengan sopan dan penampilannya rapi lagi wangi, apa yg kau lakukan?’ ‘Kudengarkan dan kunikmati hingga akhir ayat lalu kuminta ia mengaji agi sekali lagi dan tambah lagi..’, kata orang itu sambil tersenyum

‘Kalau begitu bisa saja Allah bersikap begitu pada kita hambaNya. Jika ada manusia yang berakhlak buruk dan dibenciNya berdoa dan memohon padaNya, mungkin akan dia firmankan pada malaikat ‘Cepat berikan apa yang dia minta. Aku muak dengan pintanya. Tapi bila yang menadahkan tangan adalah hamba yang sholeh yang rajin bersedekah, maka mungkin saja Allah berfirman pada malaikatNya : Tunggu. Tunda dulu apa yang dipintanya, aku menyukai doa-doanya, Aku menyukai isak-tangis nya. Aku tak ingin dia menjauh dari Ku setelah mendapat apa yg dipintanya. Aku ingin mendengar tangisnya karena Aku mencintainya..Nah siapa kira2 yang sudah dicintai Allah SWT..?

Nabiyullah Ibrahim AS, konon berdoa hingga puluhan tahun hingga memiliki anak, dan yang bisa kita saksikan lagi adalah hasil doanya agar semua muslim berkumpul di kota Mekkah dimana saat itu mekkah tandus BARU TERKABUL RIBUAN TAHUN hingga kini kita yang merasakannya, kemudian Nabi Dzakaria berdoa hingga rambutnya beruban baru dikaruniai anak

“(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi UBAN, dan aku BELUM PERNAH KECEWA dalam berdoa kepada Engka u, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeningalku, sedang istriku adalah seseorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akmi mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Yakub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorangyang diridahi. ” (QS. Maryam: 2-6)

Marilah terus berdoa, lihatlah hasil doa anak bagi Nabi Ibrahim hasilnya Nabi Ismail dan Nabi Dzakaria dikaruniai anak yang juga seorang Nabi, bernama Nabi Yahya. Semoga kita tidak mudah tertipu, dan mengacalah kepada kisah merekalah manusia terbaik karena mereka para Nabi dan utusan Allah, terbaik disisi Allah. Makanya kalo ada yang cemen-cemen, seperti demen maksiat taunya kaya, menghamburkan harta, koruptor dan keseringan bicara angin sorga mengenai manusia-manusia jaman sekarang tentulah mereka bukan contoh resminya Allah melalui Al Qur'an dan Al Hadist, bila banyak yang memahami setiap petunjuk Allah, maka akan jadi penerang untuk kita semuanya, karena keimanan harus sinkron dengan apa yang Allah mau, bukan kita dan orang lain

Doa kadang ada yang segera terkabul, lambat dan sebagainya, namun jangan lupa ada hikmah dibalik setiap kejadian, Allah SWT akan memberikan yang terbaik, asalkan kita terus mengaca ambil pelajaran kepada para Nabiyullah karena merekalah model manusia terbaik dan terjamin menurut Allah SWT, dan gak akan salah...Dahsyat dah kalo manusia dah ngebesarin Allah SWT, Semoga kita bisa, Amin. Allahu a'lam

Makna Basmallah



Telah menjadi semacam keharusan pada setiap penulisan materi keagamaan untuk mengemukakan pembahasan kalimat Bismillâhirrahmânirrahîm(Basmallah) pada setiap Muqaddimah. Di sini makna Basmallah akan dibahas sebagai salah satu bagian pembahasan ilmu tasawuf.
Akan tetapi sebelum sampai kepada pembahasan kata demi kata dari makna Basmallah, karena kitab ini menguraikan sekitar ilmu tasawuf, maka terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian tasawuf secara singkat.
Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang membahas secara karakteristik sifat dan sikap manusia baik yang terpuji maupun yang tercela. Di sini terkandung maksud agar manusia mampu membersihkan hati dan jiwanya sebagai tujuan utama pengamalan ilmu tasawuf dan pintu gerbang memasuki alam shufiyah. Dengan cara ini akan mudah bagi manusia menghiasi jiwanya dengan sifat-sifat yang mulia ber-taqarrub dan ber-musyahadah dengan Allah SWT.
Hukum mempelajari ilmu tasawuf, melihat peranannya bagi jiwa manusia, adalahwajib ‘ain bagi setiap mukallaf. Sebab apabila mempelajari semua hal yang akan memperbaiki dan memperbagus lahiriyah menjadi wajib, maka demikian juga halnya mempelajari semua ilmu yang akan memperbaiki dan memperbagus batiniyah manusia.
Karena fungsi ilmu tasawuf adalah untuk mensucikan batin agar dalam ber-musyahadah kepada Allah semakin kuat, maka kedudukan ilmu tasawuf diantara ajaran Islam merupakan induk dari semua ilmu. Hubungan tasawuf dengan aspek batin manusia, adalah seperti hubungan Fiqh dengan aspek lahiriyah manusia. Para ulama penegak pilar-pilar yang menjadi sandaran ilmu tasawuf telah menciptakan istilah-istilah untuk memudahkan jalan bagi mereka yang ingin menapak ilmu tasawuf yang sesuai dengan kedudukannya sebagai pembersih dan pensuci hati dan jiwa.
Sampailah kita pada uraian tentang makna Basmallah. Sunnah Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar setiap muslim sebelum memulai suatu perbuatan hendaklah didahului dengan mengucapkan kalimat Bismillâhirrahmânirrahîm. Sebab ucapan itu akan memberi keberkatan ketika bekerja dan mendapatkan rahmat Allah.
Ilmu tasawuf dengan rinci menguraikan makna Basmallah dari segi bahasa sebagai berikut:
Lafal  bermakna  (kemegahan Allah).
Lafal  bermakna  (keluhuran Allah).
Lafal  bermakna  (kemuliaan Allah).
Ulama tasawuf lainnya memberi makna:
Lafal  bermakna  (tangisan orang yang bertobat).
Lafal  bermakna  (lupanya orang-orang yang lalai).
Lafal  bermakna  (ampunan Allah bagi orang-orang berdosa).
Lafal  bermakna  (orang-orang yang suci).
Lafal  bermakna (orang-orang yang menepati janji).
Lafal  bermakna  (orang-orang yang keras hati).
Dikatakan juga oleh para sufi bahwa Allah SWT menyimpan semua ilmu pada huruf Ba (  ) dalam ungkapan yang berbunyi BÎ KÂNA WA MÂ KÂNA (  ) BÎ YAKÛNU WA MÂ YAKÛNU (  ) artinya:
Hanya dengan izin-Ku (Allah) jua segala sesuatu yang telah ada itu dapat terwujud, dan hanya dengan izin Allah sajalah semua yang akan ada dapat terwujud.
Sehingga dengan demikian lebih jelaslah, bahwa wujud alam dan seluruh isinya hanyalah karena izin Allah dan hakikat segala perwujudan ini adalah atas nama Allah belaka.
Syarat-syarat diterimanya doa seorang hamba diantaranya adalah makanan yang halal, perut dan anggota tubuh lainnya harus bebas dari makanan dan minuman yang haram.
Mengisi perut dengan makanan yang halal, yang kelak akan membentuk kebersihan seluruh jasad, mempercepat diterimanya doa dan permohonan kepada Allah SWT. Doa seperti dijelaskan, merupakan pembuka pintu langit, sedang kunci-kuncinya adalah makanan yang halal. Syarat lainnya adalah permohonan dengan hati yang ikhlas dan jiwa yang khusu’.
Allah berfirman: “Mohonlah kepada Allah dengan penuh keikhlasan…..
Allah SWT pernah berfirman kepada Nabi Musa AS: “Wahai Musa, jika engkau berkeinginan agar doamu terkabul, maka hindarilah makanan yang masuk ke dalam perutmu dari makanan yang haram dan jagalah anggota tubuhmu dari perbuatan dosa.
Lafal ar-Rahmân (  ) adalah rahmat Allah yang sangat banyak bagi semua makhluk. Sesuai dengan rahmat Allah itu, maka hendaklah manusia menaruh rasa belas kasih kepada sesama makhluk.
Ka’bul Akhbar mengatakan bahwa di dalam Kitab Injil tertera kalimat yang berbunyi: “Wahai anak Adam, karena Allah telah mengasihimu, maka kasihi pula sesamamu. Bagaimana kalian akan mengharapkan rahmat Allah, apabila kalian tidak menaruh rasa kasih kepada sesama hamba Allah?
Lafal ar-Rahîm (  ) adalah rahmat yang banyak dan khusus serta terinci dari Allah kepada hamba-hamba-Nya jika ia memohon. Bahkan Allah akan murka kepada hamba yang tidak berdoa kepada-Nya.
Dalam suatu riwayat Nabi Muhammad SAW bersabda:
Allah SWT sangat murka kepada orang yang enggan berdoa.” (HR. Bukhari).
Dikatakan juga oleh seorang Sufi: Kami tidak melihat sesuatu kecuali kami melihat Allah berada padanya (di sisinya).
Hikmah mengawali Basmallah dengan huruf Ba (  ) bukan huruf lain, lalu huruf alif (  ) ditiadakan pada lafal ismu (  ) diganti oleh huruf Ba (  ), sebab huruf Ba  termasuk huruf syafawi yang memiliki sifat Infitah (  ) = terbuka. Diucapkan dengan bibir terbuka tidak sama dengan huruf-huruf lainnya.
Kaitannya ialah, karena huruf ba (  ) pertama-tama keluar dari mulut manusia di awal penciptaannya, seperti firman Allah ALASTU BIRABBIKUM (  ) artinya: “Bukankah Aku Tuhan kalian,” kemudian dijawab dengan kalimat BAL (  ) artinya: “Benar Engkau Tuhan kami.” Kalimat tersebut dimulai dengan huruf Ba.
Bismillâhirrahmânirrahîm huruf pertamanya adalah Ba (  ), terbaca kasrah (  ), karena di dalam ucapan itu terdapat sesuatu yamg rendah dan sulit, yang bermakna
 “Aku menemukan bahwa kemuliaan yang sesungguhnya hanyalah pada Allah SWT.
Sebagaimana bunyi ungkapan:
Saya bersama dengan orang-orang yang bersedih hati.” Nabi SAW bersabda seperti bunyi ungkapan di atas: “Barangsiapa yang suka merendahkan dirinya karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya.
Huruf alif dalam kalimat Basmallah  dihilangkan karena huruf alif ( ) dianggap mengandung makna kesombongan.
Pendapat yang masyur tentang lafal Allâh (  ), karena lafal Allâh (  ), termasuk Ismul zham,(  ) yakni nama-nama Allah yang Agung. Dengan isim ini manusia menjadikannya sebagai perantara ketika berdoa agar doanya dikabulkan Allah.
Dijelaskan bahwa setiap doa dan permohonan harus dengan adab dan sejumlah syarat. Tanpa dipenuhinya syarat-syarat dan adab ini maka doa sulit dikabulkan. Rasulullah SAW bersabda :
Pada suatu malam ketika aku dimi’rajkan ke langit, maka diperlihatkan kepadaku keadaan-keadaan surga. Ada surga yang terdapat empat sungai di dalamnya. Satu sungai mengalirkan air tawar, ada sungai yang mengalirkan air susu, ada yang mengalirkan arak, dan satu lagi mengalirkan madu. Aku bertanya kepada malaikat fibril, dimana sumber air itu dan ke arah mana mengalirnya. Jibril menjawab, “Sungai-sungai itu mengalir ke sebuah telaga yang bernama al-Kautsar. Akan tetapi saya tidak mengetahui di mana letak sumbernya. Mohonlah kepada Allah agar engkau diberitahu sumber keempat sungai itu.” Aku pun memohon kepada Allah, sehingga datang sesosok malaikat. Sambil mengucapkan salam malaikat itu berkata: “Wahai Muhammad pejamkan kedua matamu”. Setelah itu malaikat tersebut menyuruhku membuka mata kembali. Di saat aku membuka mataku, aku telah berada di samping sebuah pohon, dan di situ aku melihat sebuah Kubah yang terbuat dari mutiara burung-burung yang sedang bertengger di atas bukit-bukit. Adapun sumber air sungai yang empat itu berada di bawah Kubah. Ketika aku akan kembali pulang, malaikat itu memanggil seraya berkata: “Mengapa engkau tidak masuk ke dalam Kubah itu?” Aku menjawab, “bagaimana aku bisa masuk sedangkan pintunya masih terkunci. Malaikatitu berkata: “Kuncinya adalah membaca Bismilâhirrahmânirrahîm.” Akupun mendekati pintu itu seraya mengucapkan Bismillâhirrahmânirrahîm. Maka terbukalah pintu itu sehingga aku masuk ke dalamnya. Maka tahulah aku sumber empat sungai tersebut yang airnya mengalir berasal dari empat sudut Kubah itu.”
Sungai yang mengalirkan air tawar berasal dari huruf MIM (  ) dari lafal BISMI (  ). Sumber air susu, berasal dari HA (  ) dari lafal Allah. Sumber arak, berasal dari huruf MIM (  ) dari lafal Rahman. Sedangkan sumber madu berasal dari huruf MIM (  ), lafal Rahim dengan demikian tahulah aku bahwa sumber empat sungai itu berasal dari lafal BASMALLAH.”
Allah SWT berfirman dalam salah satu Hadits Qudsi:

Barangsiapa mengingat Aku dengan menyebut nama-nama-Ku (termasuk Asmaul Husna), dengan hati yang ikhlas, tidak diperlihatkan kepada orang lain, dimulai dengan mengucapkan Bismillâhirrahmânirrahîm, maka ia kan menikmati minuman dari air sungai-sungai itu.” Diterangkan pula dalam hadits lain: “Allah SWT tidak menolak doa yang diawali dengan Bismillâhirrahmânirrahîm.