Minggu, 07 Juni 2015

Hampir Masuk Neraka Karena Riya


 

Beberapa pakar sejarah Islam meriwayatkan sebuah kisah menarik. Kisah Ahmad bin Miskin, seorang ulama abad ke-3 Hijriah dari kota Basrah, Irak.

Menuturkan lembaran episode hidupnya, Ahmad bin Miskin bercerita:

Aku pernah diuji dengan kemiskinan pada tahun 219 Hijriyah. Saat itu, aku sama sekali tidak memiliki apapun, sementara aku harus menafkahi seorang istri dan seorang anak. Lilitan hebat rasa lapar terbiasa mengiringi hari-hari kami.


Maka aku berazam untuk menjual rumah dan pindah ke tempat lain. Akupun berjalan jalan mencari orang yang bersedia membeli rumahku.

Bertemulah aku dengan sahabatku Abu Nashr dan kuceritakan kondisiku. Lantas, dia malah memberiku 2 lembar roti isi manisan dan berkata: "Berikan makanan ini kepada keluargamu."

Ditengah perjalanan pulang, aku berpapasan dengan seorang wanita fakir bersama anaknya. Tatapannya jatuh di kedua lembar rotiku. Dengan memelas dia memohon:

"Tuanku, anak yatim ini belum makan, tak kuasa terlalu lama menahan siksa lapar. Tolong beri dia sesuatu yang bisa dia makan. Semoga Allah merahmati Tuan"

Sementara itu, si anak menatapku polos dengan tatapan yang takkan kulupakan sepanjang hayat. Tatapan matanya menghanyutkan akalku dalam khayalan ukhrawi, seolah olah surga turun ke bumi, menawarkan dirinya kepada siapapun yang ingin meminangnya, dengan mahar mengenyangkan anak yatim miskin dan ibunya ini.

Tanpa ragu sedetik pun, kuserahkan semua yang ada ditanganku. "Ambillah, beri dia makan.", kataku pada si ibu.

Demi Allah, padahal waktu itu tak sepeser pun dinar atau dirham kumiliki. Sementara di rumah, keluargaku sangat membutuhkan makanan itu.

Spontan, si ibu tak kuasa membendung air mata dan si kecil pun tersenyum indah bak purnama.

Kutinggalkan mereka berdua dan kulanjutkan langkah gontaiku, sementara beban hidup terus bergelayutan di pikiranku.

Sejenak, kusandarkan tubuh ini di sebuah dinding, sambil terus memikirkan rencanaku menjual rumah.

Dalam posisi seperti itu, tiba tiba Abu Nashr terbang kegirangan mendatangiku.

"Hei, Abu Muhammad! Kenapa kau duduk duduk disini sementara limpahan harta sedang memenuhi rumahmu?", tanyanya.

"Subhanallah....!", jawabku kaget. "Dari mana datangnya?"

"Tadi ada pria datang dari Khurasan. Dia bertanya tanya tentang ayahmu atau siapapun yang punya hubungan kerabat dengannya. Dia membawa berduyun-duyun angkutan barang penuh berisi harta.", ujarnya.

"Terus?", tanyaku keheranan.

"Dia itu dahulu saudagar kaya di Bashrah ini. Kawan ayahmu. Dulu ayahmu pernah menitipkan kepadanya harta yang telah ia kumpulkan selama 30 tahun. Lantas dia rugi besar dan bangkrut. Semua hartanya musnah, termasuk harta ayahmu.

Lalu dia lari meninggalkan kota ini menuju Khurasan. Disana, kondisi ekonominya berangsur-angsur membaik. Bisnisnya melejit sukses. Kesulitan hidupnya perlahan-lahan pergi, berganti dengan limpahan kekayaan.

Lantas dia kembali ke kota ini, ingin meminta maaf dan memohon keikhlasan ayahmu atau keluarganya atas kesalahannya yang lalu.

Maka sekarang, dia datang membawa seluruh harta hasil keuntungan niaganya yang telah dia kumpulkan selama 30 tahun berbisnis. Dia ingin berikan semuanya kepadamu, berharap ayahmu dan keluarganya berkenan memaafkannya."

Mengisahkan awal episode baru hidupnya, Ahmad bin Miskin berujar :

"Kalimat puji dan syukur kepada-Nya berdesakan meluncur dari lisanku. Sebagai bentuk syukurku, segera kucari wanita faqir dan anaknya tadi. Aku menyantuni dan menanggung biaya hidup mereka seumur hidup.

Aku pun terjun di dunia bisnis seraya menyibukan diri dengan kegiatan sosial, sedekah, santunan dan berbagai bentuk amal salih. Adapun hartaku, dia terus bertambah tanpa berkurang.

Tanpa sadar, aku merasa takjub dengan amal salihku. Aku merasa, telah mengukir lembaran catatan malaikat dengan hiasan amal kebaikan. Ada semacam harapan pasti dalam diri, bahwa namaku mungkin telah tertulis di sisi Allah dalam daftar orang orang salih.

Suatu malam, aku tidur dan bermimpi. Aku lihat, diriku tengah berhadapan dengan hari kiamat. Aku juga lihat, manusia bagaikan ombak, bertumpuk dan berbenturan satu sama lain.

Aku juga lihat, badan mereka membesar. Dosa-dosa pada hari itu berwujud dan berupa, dan setiap orang memanggul dosa-dosa itu dipunggungnya masing-masing.

Bahkan aku melihat, ada seorang pendosa yang memanggul di punggungnya beban besar seukuran kota (kota tempat tinggal), isinya hanyalah dosa-dosa dan hal-hal yang menghinakan.

Kemudian, timbangan amal pun ditegakkan, dan tiba giliranku untuk perhitungan amal.

Seluruh amal burukku ditaruh di salah satu daun timbangan, sedangkan amal baikku di daun timbangan yang lain. Ternyata, amal burukku jauh lebih berat daripada amal baikku.

Tapi ternyata, perhitungan belum selesai. Mereka mulai menaruh satu persatu berbagai jenis amal baik yang pernah kulakukan.

Namun alangkah ruginya, ternyta dibalik semua amal itu terdapat NAFSU TERSEMBUNYI. Nafsu tersembunyi itu adalah Riya, ingin dipuji, merasa bangga dengan amal salih. Semua itu membuat amalku tak berharga. Lebih buruk lagi, ternyata tidak ada satu pun amalku yang lepas dari nafsu-nafsu itu.

Aku putus asa. Aku yakin aku akan binasa. Aku tidak punya alasan lagi untuk selamat dari siksa neraka.

Tiba tiba, aku mendengar suara, "masihkah orang ini punya amal baik?"

"Masih", jawab seseorang. "Masih tersisa ini."

Aku pun penasaran, amal baik apa gerangan yang masih tersisa? Aku berusaha melihatnya. Ternyata, itu HANYALAH dua lembar roti isi manisan yang pernah kusedekahkan kepada wanita fakir dan anaknya.

Habis sudah harapanku. Sekarang aku benar-benar yakin akan binasa sejadi-jadinya.

Bagaimana mungkin dua lembar roti ini menyelamatkanku, sedangkan dulu aku pernah bersedekah 100 dinar sekali sedekah (100 dinar = +/- 425 gram emas), dan itu tidak berguna sedikit pun. Aku merasa benar-benar tertipu habis.

Segera 2 lembar roti itu ditaruh di timbanganku. Tak kusangka, ternyata timbangan kebaikanku bergerak turun sedikit demi sedikit, dan terus bergerak turun sampai-sampai lebih berat sedikit dibandingkan timbangan kejelekan.

Tak sampai disitu, tenyata masih ada lagi amal baikku. Yaitu berupa air mata wanita faqir itu yang mengalir saat aku berikan sedekah. Air mata tak terbendung yang mengalir kala terenyuh akan kebaikanku. Aku, yang kala itu lebih mementingkan dia dan anaknya dibanding keluargaku.

Sungguh tak terbayang, saat air mata itu ditaruh, ternyata timbangan baikku semakin turun dan terus turun. Hingga akhirnya aku mendengar seseorang berkata, "Orang ini telah selamat."

-SELESAI-

Adakah terselip dlm hati kita nafsu ingin dilihat hebat oleh org lain pada amalan kita ?

Buang sekarang keinginan itu. biarkan hanya utk Allah saja. Karena sesuatu yg selain karena-Nya hanya tipuan kosong belaka.

Sumber: Hidjal Mukarram.

Film Porno Dari Kuburan: Sebuah Kisah Nyata











Masalah pornografi di zaman sekarang sudah terlampau parah. Orang-orang dapat dengan mudahnya mengakses pornografi dari ponsel atau dari internet. Demi Allah, merupakan kewajiban kita untuk menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Kita harus mengisi hari-hari kita dengan hal yang bermanfaat. Saya ingin menceritakan sebuah kisah nyata yang membuat saya sedih ketika mendengarnya. Kisah ini saya dengar dari ceramah di YouTube yang diceritakan oleh Mufti Ismail Menk.

Ada anak laki-laki di salah satu negara di jazirah Arab. Anak itu mempunyai kebiasaan buruk. Dia kecanduan pornografi. Pada suatu hari, dengan membayar menggunakan kartu kreditnya, dia berlangganan email mingguan berisi video dan foto-foto gadis-gadis telanjang dari salah satu situs porno. Sebagian temannya meminta kepadanya “Kami tidak ingin membayar untuk mendapatkan foto-foto dan video itu, jadi ketika emailnya sampai kepadamu, tolong kirimkan juga pada kami.” Kebetulan dia mempunyai grup berisi begitu banyak teman di ponselnya.  Jadi dia terbiasa mengirim email berisi gambar porno tersebut kepada teman-temannya setiap minggu.

Karena harus mengirim emailnya setiap minggu, lama-kelamaan dia pun lelah melakukannya. Jadi dia memutuskan menggunakan auto-forward pada emailnya. Auto-forward berarti emailnya akan terkirim secara otomatis secara tiap minggunya.

Bulan demi bulan pun berlalu. Pada suatu hari, dia bepergian bersama teman-temannya dalam suatu perjalanan wisata. Dan dalam perjalanan itu mobilnya mengalami kecelakaan. Dia pun meninggal dunia dalam kecelakaan itu, sementara beberapa temannya yang ikut menumpang berhasil selamat dari kecelakaan.

Seketika kabar duka pun tersebar, dan teman-temannya yang lain begitu terpukul mendengar kabar kematian teman mereka. Beberapa hari kemudian ketika teman-temannya berkumpul di rumahnya, mereka terus menangis seiring mereka bercerita kepada seorang syekh yang hadir. Mereka berkata “Syekh, setiap minggu kami mendapatkan email auto-forward berisi video dan gambar-gambar pornografi dari teman kami ini, sedangkan sekarang dia sudah ada di kuburnya (sudah meninggal).”

Allahuakbar! Ambillah pelajaran dari kisah ini! Apakah kita ingin hal ini terjadi pada kita? Pemuda itu sudah meninggal, tapi karena dia melakukan auto-forward, maka email porno itu secara otomatis terus berdatangan kepada teman-temannya. Mereka sampai harus menelusuri kembali ke servernya. Dan butuh waktu sangat lama sampai akhirnya email tersebut diputus, karena mereka harus menunggu sampai langganan emailnya kadaluarsa.

Mereka semua menangis ketika menceritakan kisah ini kepada syekh tadi. Mereka semua mendapat pelajaran yang berharga. Mudah-mudahan Allah mengampuni si pemuda karena teman-temannya berhenti menonton pornografi setelah mendapat hikmah dari peristiwa ini. Semoga Allah s.w.t dapat mengampuninya.

Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah ini. Jika kita meninggal sementara kita terbiasa melakukan hal yang buruk, hal itu akan menjadi sangat memalukan bagi kita. Maka jadilah orang yang taat kepada Allah dalam menjalani hidup.

UJUB



Ujub adalah rasa bahagia dan gembira terhadap apa yang terjadi pada dirinya serta sesuatu yang muncul darinya, baik berupa perkataan atau pun perbuatan. Hal ini dilakukan tanpa melakukan tindakan dzalim terhadap orang lain, baik dalam perkataan atau perbuatan, dalam keadaan baik atau buruk, terpuji  atau tercela.

Satu hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ujub ini adalah sikap gembira yang berlebihan. Sikap ini akan berujung pada sikap merasa paling hebat sendiri, sehingga dia akan melahirkan penyakit baru yang bernama sombong. Sebab, orang yang merasa dirinya hebat biasanya punya kecenderungan meremehkan orang lain. Oleh karena itu, Rasululullah saw. memerintahkan kepada siapa saja yang memiliki penyakit ini agar melakukan uzlah. Sebabpenyakit ini akan mengubur sikap tolong menolong, bantu membantu, dan pola hidup berjaamaah atau kolektif. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh setiap orang muslim agar dirinya terhindar dari penyakit ‘ujub, diantaranya adalah :

1. Selalu mengingat akan hakikat diri
Orang yang kagum pada diri sendiri hendaknya sadar bahwa nyawa yang ada dalam tubuhnya semata-mata anugerah Allah. Andaikan nyawa tersebut meninggalkan badannya, maka badan tidak ada harganya lagi sama sekali. Dia harus sadar bahwa tubuhnya pertama-tama dibuat dari tanah yang diinjak-injak manusia dan binatang, kemudian dari air mani yang hina, yang setiap orang merasa jijik melihatnya, lalu kembali lagi ke tanah dan menjadi bangkai yang berbau busuk dan setiap orang tidak suka mencium baunya.

2. Selalu sadar akan hakikat dunia dan akhirat
Hendaklah seseorang selalu sadar bahwa dunia adalah tempat menanam kebahagiaan kehidupan akhirat. Dia harus sadar bahwa sekalipun umurnya panjang, namun dia tetap akan mati, kemudian hidup di sebuah kampung abadi yaitu akhirat. Kesadaran seperti ini akan mendorong seseorang untuk meluruskan akhlaknya yang bengkok, sebelum napasnya meninggalkan jasadnya dan sebelum hilang kesempatan untuk bertaubat.

3. Selalu mengingat nikmat Allah
Allah s.w.t berfirman: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya.” (QS. Ibrahim: 34)

Dengan kesadaran seperti ini, seseorang akan merasa lemah dan merasa butuh kepada Allah, sehingga dia akan membersihkan diri dari penyakit kagum diri dan berusaha terhindar darinya.

4. Selalu ingat tentang kematian dan kehidupan setelah mati
Kesadaran seperti ini akan mendorong seseorang meninggalkan perasaan kagum diri karena takut akan berbagai kesengsaraan hidup setelah mati.

5. Tidak berkawan dengan orang yang kagum diri
Sebaiknya, berkawanlah dengan orang-orang yang tawadhu’ dan memahami status dirinya. Hal semacam itu sangat membantu seseorang untuk meninggalkan perangai buruk yaitu kagum pada diri sendiri.

6. Memperhatikan keadaan orang yang sedang sakit, bahkan keadaan orang yang meninggal dunia, ziarah kubur dan merenungkan keadaan ahli kubur
Cara semacam ini akan mendorong seseorang untuk meninggalkan perasaan mengagumi diri sendiri dan penyakit hati lainnya.

7. Selalu bermuhasabah (Introspeksi diri)
Dengan demikian, mudah dideteksi gejala awal dari segala bentuk penyakit hati, terutama penyakit kagum pada diri sendiri. Dengan demikian, penyakit ini akan mudah diobati.

8. Selalu memohon bantuan dari Allah
Dengan cara berdoa dan senantiasa memohon perlindungan dari-Nya agar terhindar dari penyakit kagum diri dan tidak terjerumus ke dalamnya.

9. Penyembuhan dengan Al Qur’an
Al Qur’an sangat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit hati, khususnya penyakit ‘ujub dan berbagai sebabnya karena Al Qur’an telah mengenalkan diri kita kepada Allah, dan Al Qur’an juga telah mengenalkan diri kita kepada kita, yaitu kelemahan, kemiskinan, dan kebutuhan kepada Allah. Maka tidaklah pantas jika seseorang mengagumi dirinya sendiri sementara dia adalah makhluk yang tak mampu berdiri sendiri. Al Qur’an juga telah mengingatkan kita akan akibat dari penyakit ‘ujub, sombong, dan bangga diri. Seperti halnya kisah Fir’aun, Qorun, dan lain sebagainya.

Memahami Dua Kalimat Syahadat



Di hari Jum’at ini, ada baiknya kita menengok kembali syahadatain kita.Syahadatain artinya dua kalimat syahadat. Pasti kita sudah hafal dengan dua kalimat ini. Syahadatain ini sangat istimewa di dalam Islam. Kita membacanya minimal sekali dalam setiap shalat. Selain dalam shalat,syahadatain dikumandangkan di seluruh muka bumi dalam bentuk adzan atau iqamat.


Dahulu pernah ada perdebatan mengenai metode cara memanggil orang untuk shalat. Ada usulan agar menggunakan terompet, meniru cara umat Yahudi pada masa itu. Ada juga usulan agar menggunakan loncen seperti cara umat Nasrani.

Rasulullah s.a.w kemudian mensyariatkan adzan dan iqamat sebagaimana yang kita kenal hari ini. Demikianlah umat Islam dilatih hingga terbiasa untuk merespon kalimat-kalimat tauhid, termasuk syahadatain. Dengan demikian, syahadatain seharusnya menjadi kalimat yang sangat dekat dengan hati kita, jika kita memang beriman.

Kalimat syahadat yang pertama adalah kesaksian tentang satu-satunya Ilah, yaitu Allah S.W.T. Adapun kalimat kedua adalah kesaksian tentang status Muhammad s.a.w sebagai utusan-Nya. Kedua kalimat ini tak bisa dipahami secara terpisah, karena keduanya adalah ‘satu paket’. Menyatakan bahwa Allah S.W.T adalah satu-satunya Ilah bagi kita menunjukkan penyerahan diri yang total. Perlu diingat, penyerahan diri yang dimaksud bukanlah sikap pasrah yang pasif. Sebab, berserah diri kepada Allah S.W.T adalah sama dengan kesediaan untuk menjalankan perintah-perintah-Nya.

Untuk membantu manusia memahami tugas-tugasnya sebagai hamba, Allah pun mengutus para Nabi dan Rasul. Para Nabi dan Rasul ini penting sekali, karena tanpa mereka kita tak mungkin memahami agama. Dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa Allah memang sengaja mengutus para Nabi dari golongan manusia, sebab hanya manusialah yang bisa mengajari manusia lainnya secara sempurna. Dalam hal mengendalikan hawa nafsu, misalnya, malaikat tak bisa mengajari manusia dengan sempurna. Sebab, malaikat itu makhluk yang tidak punya hawa nafsu untuk durhaka kepada Allah. Mereka tidak bisa memberi contoh dalam hal ini. Malaikat juga tidak bisa mengajari manusia caranya menahan amarah, mengobati hati yang sedih, dll.

Dalam proses turunnya wahyu, Malaikat Jibril hanya mengajarkan bacaan-bacaan. Adapun pemahamannya langsung dari Allah. Itulah sebabnya ketika wahyu turun, seolah-olah pemahaman itu langsung ditanamkan dalam benak Rasulullah s.a.w. Oleh karena itu, kesaksian tentang status Muhammad s.a.w sebagai Rasul sangatlah penting karena beliau adalah acuan kita.

Para sahabat menerima wahyu yang langsung disampaikan oleh Rasulullah s.a.w, tapi adakalanya mereka salah paham. Misalnya, ada yang puasa setiap hari di luar Ramadhan, shalat sepanjang malam, bertekad tidak menikah, dll. Rasulullah s.a.w kemudian menegurnya, karena hal-hal tersebut dipandang berlebihan dalam agama.

Inilah peran sentral para Nabi dan Rasul, karena mereka menjadi teladan bagi umatnya. Rasulullah s.a.w juga bertugas mengawasi para sahabatnya agar tidak salah dalam mengamalkan ajaran Islam. Jika tidak mencontoh Rasulullah s.a.w, maka jangan mengaku-ngaku sebagai umatnya. Dan karena Rasulullah s.a.w adalah utusan Allah, maka ketidakpatuhan padanya adalah pembangkangan pada Allah.

Kaum orientalis dahulu biasa menyebut Islam dengan sebutan “Mohammedanism.” Ini bersumber dari kesalahpahaman. Lantaran kita mengikuti beliau, kita disangka menyembah beliau. Padahal, kepatuhan kita pada beliau adalah konsekuensi dari penyerahan diri kepada Allah. Penyerahan diri (kepada Allah) yang benar adalah yang mengikuti keteladanan Rasulullah s.a.w. Mengurangi syariat yang beliau ajarkan adalah kecurangan, dan menambahkannya adalah berlebihan.

Allah S.W.T menciptakan mekanisme “ma’shum” untuk menghilangkan keraguan terhadap Rasulullah s.a.w. Mekanisme ini menjaga Rasulullah s.a.w dari segala kesalahan. Ini bukan berarti beliau tak pernah salah. Namun jika beliau keliru, langsung dikoreksi oleh Allah (lihat Qs. ‘Abasa). Koreksi-koreksi yang dilakukan langsung oleh Allah ini justru membuktikan bahwa Rasulullah s.a.w memang dijaga dari kesalahan.
Dengan demikian, umat Islam meyakini bahwa ajaran beliau pastilah benar, meskipun kita belum paham hikmah dan tujuannya. Hikmah lainnya, kita pun dapat belajar cara mengoreksi kesalahan sendiri dengan meneladani Rasulullah s.a.w.

Dengan kedalaman makna yang demikian, kita dapat memahami mengapasyahadatain menjadi syarat bagi keislaman seseorang. Seorang muallaf boleh belajar shalat secara bertahap, pelan-pelan belajar shaum, tapisyahadatain-nya harus sempurna. Sebab, syahadatain inilah yang akan membedakan seorang Muslim dengan yang lainnya.

Tentu saja, syahadatain yang dimaksud di sini bukanlah sekedar ucapan di bibir, alias basa-basi. Syahadatain adalah ikrar komitmen kita terhadap Allah. Ibadah bisa disempurnakan seiring waktu, tapi komitmen kita harus ada sejak awal. Dari sini, kita bisa membedakan antara Muslim yang saleh, Muslim yang jahil, orang kafir yang baik, dan orang kafir yang jahat.

Islam menetapkan ukuran pembeda manusia, yaitu ketaqwaannya. Jadi, derajat kemuliaan setiap manusia tidak sama di hadapan Allah. Adapun level ketaqwaan diukur dari kehati-hatiannya. Orang bertaqwa bukanlah orang yang tidak pernah berbuat salah. Rasulullah s.a.w pun pernah salah, namun setiap kesalahannya selalu dikoreksi dengan sempurna. Itulah taqwa. Beliau juga senantiasa berhati-hati agar tidak melanggar aturan Allah. Ini juga bagian dari sifat taqwa.

Karena itu kita bisa membedakan antara Muslim yang saleh dan yang jahil. Yang saleh adalah yang berhati-hati, yang jahil adalah yang cuek. Tahu dan mengakui kewajiban shalat, tapi tidak dilaksanakan, itulah contoh perilaku Muslim yang jahil. Muslim yang baik tidak akan dengan sengaja melanggar perintah Allah. Kalau sesekali khilaf, dia langsung taubat.

Adapun orang kafir adalah yang tidak memiliki komitmen syahadatain. Mereka tidak tunduk pada Allah dan tidak mencontoh Rasulullah s.a.w. Orang kafir ada yang baik dan yang jahat. Yang baik adalah yang bisa bergaul dengan baik bersama kita, sesuai norma-norma yang wajar. Adapun orang kafir yang jahat adalah yang mengganggu dan memerangi umat Muslim. Yang ini harus dilawan.
Sekarang muncul pertanyaan: apakah orang kafir yang baik bukan main itu takkan dapat pahala? Sebaliknya, apakah Muslim yang jahil luar biasa itu akan tetap dianggap beriman? Kita dapat menggunakan ilustrasi seorang buruh pabrik yang sangat rajin, cermat kerjanya, dan jujur. Pada akhir bulan, hatinya berbunga-bunga akan menerima upah dari kerja kerasnya. Apa dinyana, ia malah dimarahi oleh staf HRD sebab ternyata ia bukan pegawai resmi di pabrik itu.

Sebaik-baiknya manusia, jika ia tidak berkomitmen menjadi hamba Allah, maka takkan dapat pahala dari Allah. Sederhananya: jika beramal bukan karena Allah, mengapa minta balasan dari Allah? Ini adalah bukti kasih sayang Allah. Yang Allah minta hanyalah pengakuan dari kita sebagai hamba-Nya. Apakah ini terlalu berat? Untuk segala kenikmatan yang kita peroleh, Allah hanya meminta pengakuan kita sebagai hamba-Nya.

Penyembah berhala seharusnya meminta balasan dari berhala-berhalanya, bukan dari Allah. Ini sesuai dengan logika. Sebaliknya, hamba Allah yang jahil, selama ia masih mengakui otoritas Allah, maka ia bisa mendapat pahala dari Allah. Namun, sudah barang tentu, karena kejahilannya, bisa jadi dosanya lebih banyak daripada pahalanya.

Di antara yang beriman dan yang kafir adalah orang-orang munafiq. Mereka mengaku beriman, padahal tidak. Mereka mengaku sebagai umat Muhammad s.a.w, namun syariatnya diabaikan. Mereka mengaku beriman pada Al-Qur’an, tapi hendak merevisinya. Mereka mengaku Muslim namun tidak tunduk patuh pada aturan agama. Mereka mengaku tunduk patuh namun bangga meninggalkan shalat Jum’at, bahkan mengumumkannya. Mereka mengaku beragama namun hendak mencampuradukkan kesalehan dan kemaksiatan.

Semoga pemahaman kita terhadap syahadatain semakin mendalam, agar kita tidak menjadi Muslim yang jahil, munafiq, atau kafir.

Rahasia dalam Do'a Nabi Musa





rabbi inni lima anzalta ilayya min khairin faqir
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (Qs. 28:24)

Para ulama r.h berkata tentang ayat ini. Meskipun Musa miskin, dia meninggalkan kotanya dalam keadaan lapar, ketakutan, khawatir, tidak beralas kaki, tanpa makanan, dan hanya berbekal air selama 7 hari, meski begitu, dia menganggap semua yang terjadi itu baik karena rasa percayanya pada ketetapan Allah.

Jadi do’a ini punya rahasia yang hebat. Kita harus merenungkannya. Faktanya adalah, ketika Musa mengucapkan do’a ini, Allah s.w.t telah memudahkan begitu banyak hal baginya.

Yang pertama, Allah memudahkan Musa untuk mendapatkan pasangan dan menikah. Kemudian Allah memudahkan Musa untuk memiliki rumah. Kemudian Dia memudahkannya untuk bekerja selama 10 tahun. Kemudian Dia menjadikannya seorang nabi setelah dia meninggalkan kota Madian. Lalu menunjuk saudaranya, yaitu Harun, untuk menjadi asistennya. Lalu memudahkannya untuk bertemu Fir’aun dengan perlindungan dan bantuan Allah. Lalu memberinya kekuasaan untuk memerintah di bumi. Lalu Dia memudahkannya untuk menghancurkan orang-orang dzalim seorang diri.

Maka bacalah do’a yang pendek namun memiliki manfaat yang sangat besar ini. Bacalah:

rabbi inni lima anzalta ilayya min khairin faqir
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (Qs. 28:24)

Semua yang dicapai Nabi Musa dikaruniakan Allah dengan satu do’a! Jadi seorang Muslim yang cerdas harusnya membaca do’a ini baik pada siang maupun malam berulang kali, ucapkanlah:

rabbi inni lima anzalta ilayya min khairin faqir
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (Qs. 28:24)

Jika Musa a.s mengucapkan do’a ini sebelum dia diangkat jadi nabi, saat dia duduk di bawah pohon, sehingga Allah memberikannya kebijaksanaan dan pengetahuan. Perhatikanlah apa yang akan terjadi jika anda terus mengamalkan do’a ini secara konsisten.

Lelaki Sejati


Sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik perilakunya pada isteri. Rasulullah s.a.w bersabda:

“Akulah yang terbaik budi pekertinya pada isteriku.” (HR At Tirmidzi)

“Tidaklah memuliakan wanita, kecuali lelaki mulia. Dan yang menghinakan wanita, pastilah lelaki hina.” (HR At Tirmidzi)

“Allah merahmati suami yang membangunkan isterinya untuk shalat, jika sulit bangun, maka dipercikkannyalah air ke wajah istrinya. Begitu pula sebaliknya.” (HR Ahmad)

Nabi juga membolehkan seseorang berdusta dalam 3 perkara, yaitu: “Ketika berperang, ketika mendamaikan dua orang yang berselisih, dan kalimat seorang suami yang MENYENANGKAN isterinya.” (HR Ahmad)

Umar ibn Al-Khaththab berkata “Jadilah seperti kanak-kanak jika di hadapan isteri-isteri kalian.” Hasan ibn Ali berkata “Nikahkan anakmu dengan pria yang bertaqwa. Jika pria itu mencintainya, maka dia akan memuliakan anakmu. Jika pria itu tidak mencintainya, dia takkan menyakiti anakmu.”

Panggilan sayang Nabi untuk istri-istrinya adalah: Khumaira (yang pipinya merona), ‘Aisy (yang penuh daya hidup), dan Muwaffaqah (yang dapat taufiq).

Rasulullah s.a.w, Saudah, ‘Aisyah, & Hafshah bercanda dengan saling lempar serta saling mengoleskan kue-kue manis ke wajah. (HR Abu Ya’la)

Cinta selalu membutuhkan kata. Ia adalah gelombang, menggores langit hati hingga menciptakan pelangi. Ungkapkanlah: puisi, surat, dan lagu. (Anis Matta) Di kertas hati merah jambu, tuliskanlah sejuta alasan untuk mencintai isteri, kemudian tempelkanlah kertas tersebut di kamar mandi, ranjang, dapur, rak, meja rias, dll.  

“Sepuluh perkara yang termasuk fitrah manusia adalah: menggunting kumis, merawat janggut, bersiwak, kumur-kumur, memotong kuku, beristinja’, membasuh lipat jemari, dan cuping telinga, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan menghisap air ke hidung.” (HR Muslim)

Sesungguhnya para isteri suka jika kalian berdandan untuk mereka, sebagaimana kalian suka mereka berias untuk kalian. (‘Umar ibn Khathab)

‘Aisyah r.a berkata: “Nabi suka meletakkan kepalanya di pangkuanku lalu kukeramasi kepalanya dan kusisiri rambutnya.” (HR ‘Abdurrazaq)

Nabi mengharumkan tubuh mulai dari bagian ‘aurat dengan serbuk pewangi, lalu isterinya meminyaki bagian tubuh beliau yang lain. (HR Ibnu Majah)

Nabi mencium isterinya setelah berwudhu’ lalu beliau shalat tanpa mengulangi wudhunya’ (HR ‘Abdurrazaq)

Nabi punya selimut yang senantiasa dicelup dengan wars & za’faran yang wangi. Beliau menggilirkannya untuk isteri-isterinya. (HR Al Khathib)

‘Aisyah berkata: “Nabi minum dari sudut gelas tempatku meletakkan bibir dan menggigit daging, zaitun, dan anggur bersama-sama.” (HR An Nasa’i)

‘Aisyah juga berkata: “Aku mandi bersama Nabi dalam satu bejana.” (HR Muslim)

Umm Salamah berkata: “Kami bercanda dengan saling berebut air di bejana.” (HR Ibn Abi Syaibah)

Nabi memencet hidung ‘Aisyah jika dia marah, mencium keningnya, lalu menuntunnya untuk berdoa dengan lembut. (HR Ibnu Sunni)

Nabi juga bersabda “Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.” (HR Abu Dawud)

‘Aisyah berkata: “Nabi suka meletakkan kepala di pangkuanku walau aku haidh, lalu beliau membaca Al-Qur’an.” (HR ‘Abdurrazaq)

Nabi suka bersandar punggung dengan punggung bersama ‘Aisyah lalu memintanya melafalkan syair, kemudian setelahnya dibahas bersama. (HR Al Baihaqi)

Nabi berlomba lari dengan ‘Aisyah. Setelah dulunya kalah, pada suatu saat beliau mengungguli ‘Aisyah. Kemudian beliau pun menggodai ‘Aisyah sambil tersenyum. (HR Ahmad)

Saat orang Habsyi menari tombak di Masjid, Nabi & ‘Aisyah pun menontonnya dengan saling beradu bahu serta menempel pipi. (HR Ahmad)

Anas berkata: “Kulihat Nabi menata mantel di pelana. Beliau duduk dan Shafiyyah meletakkan lututnya di atas lutut beliau.” (HR Al Bukhari)

Nabi bersabda “Pilihlah tetangga sebelum memilih rumah, pilihlah kawan sebelum memilih jalan, siapkan bekal sebelum berangkat.” (HR Al Khathib)

Sa’d ibn ‘Ubadah dikenal sebagai pencemburu. Nabi s.a.w bersabda: “Aku lebih pencemburu dari Sa’d dan Allah lebih pencemburu dariku.” (HR Al Bukhari)

Nabi bersabda “Cemburu yang disuka Allah adalah keraguan yang menguatkan ikatan. Cemburu yang dibenci ialah yang menghakimi.” (HR An Nasa’i)

‘Aisyah berkata: “Pekerjaan pertama yang dilakukan Nabi saat masuk rumah adalah bersiwak demi menyegarkan nafas untuk keluarga.” (HR Muslim)

Nabi bersabda “Yang sangat aku cinta dari dunia ini adalah isteri & wewangian. Dan dijadikan shalat sebagai penyejuk mataku.” (HR Al Baihaqi)

Nabi bersabda “Lima fitrah lelaki adalah: istihdaad (mencukur rambut kemaluan), khitan, memangkas kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR Al Jama’ah)

Lelaki terindah di mata wanita bukanlah yang paling tampan, melainkan yang bisa membuat Sang Hawa merasa tercantik di dunia. Lelaki tergagah di hati wanita bukanlah yang paling kekar, melainkan yang mampu mendengarkan, memahami, dan mengerti curahan hatinya. Lelaki teragung di jiwa wanita, bukan cuma yang rajin shalatnya, melainkan yang ketekunan ibadahnya membuahkan akhlaq mulia. Lelaki tershalih bagi wanita, bukan sekedar yang banyak ilmu agama dan hafal Qurannya, melainkan yang kedua hal itu terlihat dalam kepribadiannya.

Lelaki yang hebat berjuang melampaui wataknya, seperti Abu Bakr. Beliau dikenal lembut dan santun tapi tak jadi lembek. Beliau adalah seorang yang teguh dan tegar. Lelaki yang kuat berjibaku menggenapkan sifatnya seperti ‘Umar yang keras namun dia tak beringas. Beliau adalah orang yang penyayang pada ummat yang dipimpinnya. Lelaki yang mengagumkan berkorban jiwa dan raga untuk menyempurnakan karakternya seperti ‘Utsman yang pemalu, kedermawanannya meruntuhkan egonya. Lelaki yang dahsyat memahami konsekuensi penampilannya seperti ‘Ali yang periang dan pandai bergaul. Beliau seperti singa saat berperang, dan seperti rahib dalam gelapnya malam karena saking shalihnya.

Lelaki yang paling kaya dalam pandangan wanita bukanlah yang terbanyak hartanya, melainkan dia yang penuh rasa syukur kepada Tuhannya serta berjuang bagi keluarganya. Lelaki sejati memilih BANGUN dan bukan jatuh, untuk cintanya, agar cintanya menjadi istana megah nan menjulang, tinggi menggapai surga. Lelaki hebat tak suka berjanji, tapi begitu memutuskan untuk mencintai seorang wanita, dia menyusun rencana untuk memberi, dan bekerja mewujudkannya walaupun diam-diam.

Lelaki yang bahagia adalah Salman al-Farisi. Cintanya yang tak bersambut bukanlah kepedihan baginya. Dia malah mendukung Abu Darda’ sahabatnya, untuk menikahi gadis yang dicintainya. Lelaki yang jantan itu adalah ‘Ali; tak memintamu menunggu di batas waktu. Dia mengambil kesempatan (itulah keberanian), atau menyilakan (itulah pengorbanan). Lelaki jernih itu Zaid ibn Haritsah; dia yang anak angkat Nabi menikahi Ummu Aiman, ibu asuh Baginda, sebab gairahnya adalah surga. Lelaki sederhana itu adalah ‘Abdurrahman ibn ‘Auf; seorang yang kaya raya namun penampilannya tak jauh berbeda dengan budaknya, karena dia khawatir surga tak terbayar oleh hartanya. Lelaki bernyali itu Thalhah; yang saat tujuh puluh luka mengoyak badannya, dia pun berdoa, “Rabbi, ambil darahku sekehendak-Mu, sampai Anda ridha padaku!” Lelaki adil itu Abu ‘Ubaidah; ketika musuh ditaklukkan olehnya, dia pun berkata, “Kami lebih suka kalian kalahkan daripada menang bersama Byzantium!” Lelaki yang teliti itu adalah Khalid. Dia berkata “Tak kulewati lembah, bukit, sungai, dan tempat apapun melainkan kupikirkan strategi yang hendak kupakai di sana!” Lelaki jujur itu Mubarak. Dia selama 3 bulan menjaga kebun anggur, namun tak tahu mana yang matang, busuk, dan ranum sebab tak sekalipun dia mencicipinya. Mubarak, lelaki yang lugu itu diambil menantu oleh tuannya sebab kebaikannya dalam menaati agama, lalu lahirlah putranya sang ‘Alim-Zahid-Mujahid: ‘Abdullah. Lelaki berhati-hati itu adalah Idris, ayah Asy Syafi’i, ketika secara tak sengaja dia memakan sebuah delima yang bukan miliknya, beliapun rela menikahi seorang wanita ‘buta, tuli, dan bisu’ demi halalnya.